[Medan | 2 Mei 2025] Memasuki bulan Mei, pasar saham kembali diwarnai dengan sentimen musiman yang dikenal dengan istilah “Sell in May and Go Away.” Istilah ini merujuk pada pola historis di mana investor cenderung menjual sahamnya pada bulan Mei, sehingga berpotensi menekan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pada April 2025, IHSG berhasil menguat signifikan sebesar 3,93% dan ditutup di level 6.766,79 per 30 April. Meski begitu, secara historis, dalam dua dekade terakhir, IHSG cenderung menunjukkan performa negatif di bulan Mei dengan penurunan rata-rata sebesar 2,09%. Dari 20 kali perdagangan selama bulan Mei, IHSG tercatat melemah sebanyak 13 kali, menguat enam kali, dan stagnan sekali.
Analis investasi dari Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, menyampaikan bahwa peluang koreksi tetap ada, didorong oleh kombinasi tekanan eksternal dan domestik. Beberapa risiko global seperti ketegangan geopolitik, potensi meningkatnya perang dagang, dan negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat, dinilai dapat menahan laju investor untuk kembali masuk ke pasar secara agresif. Selain itu, depresiasi rupiah terhadap dolar AS bisa memperburuk persepsi risiko investor asing.
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, menambahkan bahwa faktor yang harus dipantau mencakup kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dan data makroekonomi dalam negeri, termasuk investasi langsung, aliran dana ke pasar keuangan (saham dan obligasi), serta pergerakan kurs rupiah.
Edwin Sebayang, Direktur Purwanto Asset Management, mengingatkan bahwa reli IHSG di April bisa mendorong investor untuk melakukan aksi profit taking di Mei. Dia memperkirakan IHSG akan bergerak dalam kisaran support 6.540 dan resistance di 7.050 sepanjang bulan Mei ini.