[Medan | 19 Februari 2025] PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI telah merevisi alokasi dana untuk pembelian kembali saham (buyback). Semula, BNI hanya menyiapkan dana sebesar Rp 905 miliar, namun kini anggaran tersebut ditingkatkan menjadi Rp 1,5 triliun.
Dalam keterbukaan informasi pada 17 Februari 2025, BNI menyampaikan bahwa nilai nominal seluruh saham yang akan dibeli kembali diperkirakan mencapai maksimal 10% dari total modal yang ditempatkan.
Untuk merealisasikan rencana ini, manajemen BNI akan meminta persetujuan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan pada 26 Maret 2025, mundur dari rencana semula pada 13 Maret 2025.
Manajemen BBNI menyebutkan bahwa pertimbangan buy back tersebut didasarkan kinerja saham perseroan menunukkan pertumbuhan positif sepanjang 10 bulan pertama tahun 2024, seiring kinerja fundamental yang terus meningkat. Namun, memasuki akhir tahun 2024, harga saham perseroan tertekan dipengaruhi kondisi ketidakstabilan geopolitik dan kondisi makro ekonomi Indonesia seputar kondisi likuiditas dan pelemahan kurs.
Hal ini membuat saham BBNI melemah sebanyak 25,7% year on year (yoy) menjadi Rp 4.270 per 7 Februari 2025. Penurunan harga ini kontras, jika dibandingkan dengan kinerja saham perseroan dihitung secara rerata tahun 2024 dengan kenaikan +11,1% YoY. Beberapa sentimen pemicunya adalah The Fed memberi sinyal pemangkasan suku bunga menjadi hanya 25-50 bps di 2025, dibandingkan perkiraan semula 100-125 bps. Potensi “higher for longer” kembali muncul, depresiasi rupiah terhadap USD, likuiditas yang berfluktuasi, dan dinamika geopolitik yang masih tinggi.
Manajemen BBNI menyebutkan bahwa buy back dimaksudkan untuk membantu mengurangi tekanan jual di pasar saat indeks harga saham sedang berfluktuasi, sekaligus memberi indikasi kepada investor bahwa perseroan memandang harga saham saat ini tidak mencerminkan fundamental perseroan.