[Medan | 24 Juni 2024] Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merevisi kebijakan Full Call Auction (FCA) di Papan Pemantauan Khusus (PPK) setelah mendapat banyak reaksi negatif dari pelaku pasar. Berdasarkan hasil evaluasi, mulai 21 Juni 2024, BEI mengimplementasikan perubahan Peraturan I-X yang menyesuaikan kriteria saham masuk dan keluar dari Papan Pemantauan Khusus pada kriteria nomor 1, 6, 7, dan 10.
Salah satu saham yang keluar dari papan pemantauan khusus adalah PT Barito Renewables Energy (BREN). Berdasarkan ketentuan lama, saham BREN, yang dikenakan kriteria nomor 10, baru bisa diperdagangkan secara reguler setelah 30 hari kalender sejak masuk ke papan pemantauan khusus pada 29 Mei 2024. Namun, dengan kriteria baru yang hanya mensyaratkan durasi 7 hari bursa, saham BREN kini sudah bisa diperdagangkan secara reguler, bukan lagi melalui full call auction.
Keluarnya saham BREN dari papan pemantauan khusus berhasil mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga ditutup menguat 0,89% ke level 6.879 pada perdagangan hari Jumat. Semakin banyak saham yang keluar dari FCA, maka potensi penguatan pada saham-saham tersebut dapat mendorong kinerja pergerakan IHSG pada pekan depan menuju level 6.900 hingga ke angka psikologis 7.000.
Adapun menurut Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang, IHSG diproyeksikan bergerak di kisaran level support 6.860 dan resistance di angka 6.950, pada hari Senin (24/6/2024). Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI rate di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 19 – 20 Juni 2024. Selain menahan suku bunga acuan, BI juga menahan suku bunga deposit facility di level 5,50% dan suku bunga lending facility di level 7%.
Sementara dari sisi eksternal, data pesanan durable goods AS untuk Mei 2024 diperkirakan tumbuh melambat sebesar 0,4% month on month (MoM), turun dari bulan sebelumnya. Selain itu, data manufaktur Purchasing Managers Index (PMI) China untuk Juni 2024 diperkirakan tetap dalam zona kontraksi di level 49,3, sedikit melambat dari bulan sebelumnya. Perlambatan ini bisa berdampak negatif bagi Indonesia, mengingat nilai ekspor Indonesia ke China masih dominan.
Adapun Alrich merekomendasikan investor untuk memanfaatkan situasi ini dengan trading jangka pendek, dengan mencermati saham-saham seperti ADRO, INCO, BBRI, EMTK, TLKM, dan SMRA.