[Medan | 17 Desember 2025] Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi resmi menghentikan sementara penerbitan izin perumahan baru di seluruh wilayah Jawa Barat. Kebijakan moratorium ini diperkirakan memberikan sentimen negatif jangka pendek terhadap kinerja dan pergerakan saham emiten properti yang memiliki eksposur signifikan di wilayah tersebut.
Analis PT Indo Premier Sekuritas Indri Liftiany menilai, kebijakan penghentian izin berpotensi menghambat realisasi proyek baru, sehingga dapat menekan kinerja keuangan emiten properti, terutama pada kuartal IV 2025. Secara teknikal, tekanan kebijakan tersebut telah tercermin pada pelemahan harga saham sektor properti sebagai respons pasar.
Dampak kebijakan ini diperkirakan tidak hanya bersifat sementara di akhir 2025, tetapi berpotensi berlanjut hingga kuartal I 2026, seiring tertahannya pipeline proyek dan meningkatnya kehati-hatian investor terhadap sektor properti.
Sejumlah emiten yang dinilai memiliki eksposur cukup besar di Jawa Barat antara lain PT Sentul City Tbk (BKSL), PT Kentanix Supra International Tbk (KSIX), PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), serta PT Metropolitan Land Tbk (MTLA).
BKSL saat ini tengah mengembangkan kawasan mandiri Sentul City di Bogor melalui sejumlah proyek hunian dan komersial. Sementara itu, DMAS mengelola kawasan Kota Deltamas di Cikarang yang terintegrasi antara kawasan industri, residensial, dan komersial. CTRA juga memiliki proyek township Citra Sentul Raya di Bogor dengan skala ratusan hektare. Adapun KSIX dan MTLA memiliki sejumlah proyek residensial yang tersebar di Bogor, Cileungsi, Cikarang, hingga Majalengka.
Kebijakan moratorium ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM yang ditandatangani pada 13 Desember 2025. Penghentian izin dilakukan dengan pertimbangan meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dan tanah longsor yang dinilai telah meluas ke hampir seluruh wilayah Jawa Barat.
Melalui kebijakan tersebut, pemerintah daerah diminta menunggu hasil kajian risiko bencana dan penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebelum izin perumahan kembali diterbitkan. Pengawasan terhadap pembangunan kawasan hunian, terutama di wilayah rawan bencana dan kawasan dengan fungsi ekologis penting, juga akan diperketat.

