PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) resmi melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dengan rasio 1:2, dari nilai nominal Rp 250 per saham menjadi Rp 125 per saham. Adapun, sebelum melakukan pemecahan, nilai nominal saham BMRI yakni sebesar Rp 250 per saham, dengan jumlah 46,66 miliar lembar saham. Kemudian, setelah pemecahan saham, nilai nominal saham BMRI menjadi Rp 125 per saham, dengan jumlah 93,33 miliar lembar saham.
Meningat BMRI memiliki pengalaman positif soal stock split pada 2017 lalu, aksi stock split ini pun diproyeksikan dapat menjadi sentimen positif untuk saham BMRI. Saat itu, tepatnya pada 13 September 2017, Bank Mandiri membagi sahamnya dengan rasio 1:2, rasio yang sama dengan stock split saat ini. Harga saham BMRI pun terbagi, dari di kisaran Rp13.000-an/saham menjadi Rp6.000-an/saham.
Aksi stock split pada tahun itu disambut positif oleh para investor. Terlihat bahwa kinerja saham BMRI melonjak 21,67% sejak stock split hingga akhir 2017 di posisi Rp8.000/saham. Lalu, apakah harga saham BMRI akan naik lagi setelah stock split kali ini?
Berdasarkan laporan keuangannya, hingga kuartal IV 2022, Bank Mandiri membukukan total laba sebesar Rp41,2 triliun. Laba tahunan bank pelat merah itu naik 46,9% dari 2021 yang sebesar Rp28,02 triliun. Kenaikan pendapatan bunga dan syariah bersih yang meningkat 20,31% YoY menjadi Rp 87,90 triliun di tahun 2022 memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan laba bersih. Net interest margin (NIM) Bank Mandiri juga meningkat dari 4,73% di tahun 2021 menjadi 5,16% di tahun 2022. Per Desember 2022, NIM Bank Mandiri lebih tinggi dari rata-rata perbankan Indonesia sebesar 4,8%.
Dari sisi likuiditas BMRI yang tercermin dari rasio Loan to Deposit (LDR) yang masih di bawah 80%, menandakan bahwa ruang untuk menyalurkan kredit juga masih terbuka lebar. Sehingga, bukan tidak mungkin laba bersih BMRI akan naik dua digit hingga 2023 dengan peluang kredit masih meningkat dua digit dan jika kualitas aset terus membaik.