[Medan | 13 Oktober 2025] Sektor perbankan yang selama ini dikenal tangguh justru menunjukkan pelemahan signifikan sepanjang tahun ini. Saham-saham bank besar seperti BBCA dan BMRI masing-masing turun 24,29% dan 25,96% secara year-to-date (ytd), mencerminkan rotasi dana asing serta tekanan dari kinerja keuangan yang belum sesuai ekspektasi pasar.
Investor Asing Keluar, Kinerja Belum Sesuai Harapan
Equity Analyst Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, menyebut pelemahan saham bank besar sejalan dengan arus keluar investor asing. Faktor utamanya adalah kinerja keuangan emiten perbankan yang kurang memuaskan, terutama dari sisi pertumbuhan kredit (loan growth) dan laba bersih (bottom line) yang melemah.
Outflow di sektor keuangan terjadi karena hasil keuangannya tidak memenuhi ekspektasi. Loan growth tumbuh di bawah konsensus, dan jika bottom line terkoreksi, potensi yield dividen ikut turun. Padahal, banyak investor asing mengincar dividen dari saham-saham perbankan, ujar Ratih, Senin (13/10/2025).
Stimulus Pemerintah dan Peluang Jangka Pendek
Pemerintah berupaya mendorong kembali sektor keuangan melalui kebijakan fiskal dan moneter, seperti penempatan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun di bank-bank pemerintah serta penurunan suku bunga acuan hingga 4,75%. Namun, Ratih menilai efeknya belum akan terasa dalam waktu dekat. Masih terlalu dini untuk menilai dampak stimulus ini. Tapi dalam jangka menengah, kebijakan tersebut bisa memperkuat fundamental sektor perbankan, tambahnya.
Valuasi Menarik di Tengah Koreksi
Data Bloomberg menunjukkan empat saham bank besar (BBRI, BMRI, BBNI, dan BBCA) telah menyentuh level terendah sejak 2023. Bahkan, valuasi PBV (price to book value) ketiganya kini mendekati level krisis 2015–2016.
Menurut analis Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi, PBV BBRI kini di kisaran 1,75x, BMRI 1,48x, dan BBNI 0,91x. Hanya BBCA yang masih relatif premium di level 3,4x. Dari sisi valuasi, ruang penurunan sudah semakin terbatas. Bahkan, beberapa bank besar sudah mendekati valuasi saat krisis sebelumnya, tulis Jovent dalam risetnya.
Kepala Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, menambahkan bahwa tekanan harga lebih banyak disebabkan oleh rotasi sektor. Investor asing mengalihkan dana ke sektor komoditas dan infrastruktur, sementara sektor bank sedang memasuki fase konsolidasi setelah outperform selama tiga tahun berturut-turut. Ini bukan akhir dari era saham bank besar, melainkan fase konsolidasi. Tekanan tambahan datang dari penurunan NIM akibat bunga kredit yang mulai melandai, jelas Wafi.
Strategi: Buy on Weakness
Dengan valuasi yang kian murah dan posisi teknikal yang berada di area bottom, Ratih menilai momentum ini bisa dimanfaatkan investor untuk akumulasi bertahap. Saham-saham bank besar sudah berada di area support. Investor bisa mulai buy on weakness dengan porsi kecil dulu sambil menunggu konfirmasi adanya inflow asing kembali, pungkasnya.
Baik Ratih maupun Wafi sama-sama merekomendasikan BBNI dan BBTN sebagai pilihan menarik untuk akumulasi jangka pendek, sementara BBCA masih layak dipegang bagi investor yang mengincar stabilitas dan likuiditas tinggi.