[Medan | 31 Oktober 2024] Pasar saham domestik masih mengalami tekanan, dengan penurunan yang berlangsung selama enam hari berturut-turut sejak 23 Oktober 2024. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun terpantau masih melemah pada perdagangan hari Rabu (30/10/2024), dengan ditutup turun 0,48% ke level 7.569.
Delapan sektor mencatat penurunan yang turut membawa IHSG ke zona merah. Sektor barang konsumsi primer turun 1,21%, sektor teknologi melemah 1,14%, sektor barang baku berkurang 0,31%, sektor keuangan menurun 0,30%, sektor perindustrian terkoreksi 0,17%, sektor transportasi dan logistik turun 0,12%, sektor properti dan real estat melemah 0,10%, serta sektor infrastruktur turun 0,04%. Meski demikian, tiga sektor tetap menguat, yaitu sektor barang konsumsi nonprimer yang naik 0,23%, sektor kesehatan yang meningkat 0,17%, dan sektor energi yang menguat 0,12%.
Di sisi lain, saham-saham yang berhasil menguat dan menjadi top gainers termasuk PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang naik 4,05%, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) yang menguat 3,33%, dan PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) yang naik 2,66%. Sementara itu, saham-saham yang mengalami penurunan signifikan antara lain PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang turun 4,87%, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang melemah 4,20%, dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang anjlok 3,01%.
Menurut Pilarmas Investindo Sekuritas, pergerakan IHSG sejalan dengan melemahnya bursa saham di Asia, dipicu oleh kekhawatiran pelaku pasar menjelang rilis data penting dari China dan Amerika Serikat. Dari China, fokus pasar tertuju pada rilis PMI Manufaktur untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan stimulus terbaru. Pasar juga khawatir terhadap potensi tarif dagang jika partai Republik menang besar dalam Pilpres AS.
Selain itu, Bank Sentral Jepang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada hari Kamis, sementara pelaku pasar menantikan petunjuk mengenai kemungkinan kenaikan suku bunga sebelum akhir tahun. Pilarmas menambahkan bahwa perubahan kebijakan oleh BOJ tampaknya kecil kemungkinannya setelah koalisi yang berkuasa kehilangan mayoritas parlemen, dan pemimpin oposisi Partai Demokrat Rakyat telah mengusulkan agar bank sentral tidak melakukan perubahan kebijakan yang signifikan, mengingat pertumbuhan upah riil yang masih stagnan.