[Medan | 5 Desember 2024]Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melanjutkan penguatan pada hari kedua berturut-turut setelah investor asing kembali mencatatkan pembelian bersih. Adapun pada hari Rabu (4/12/2024), IHSG meningkat 1,82% ke level 7.326.
Penguatan IHSG ini didorong oleh masuknya modal asing yang mulai melirik saham-saham Indonesia, terutama saham blue chip atau saham besar. Selain itu, harapan pasar terhadap adanya window dressing menjelang akhir tahun dan prospek penurunan suku bunga acuan turut mendorong penguatan IHSG.
Sebagai informasi, aliran modal asing (foreign inflow) tercatat mencapai Rp 2,08 triliun, dengan rincian Rp 797 miliar di pasar reguler dan Rp 1,28 triliun di pasar tunai serta negosiasi. Nilai ini merupakan inflow terbesar sejak 19 September 2024.
Ini merupakan inflow pertama yang positif baik di pasar reguler maupun secara keseluruhan setelah adanya aliran keluar modal (outflow) berturut-turut sejak 6 November 2024. Kejadian tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja negatif IHSG dalam sebulan terakhir, dengan penurunan sebesar 2,61%.
Harapan pasar terhadap fenomena window dressing juga turut berperan dalam kembalinya gairah IHSG. Window dressing adalah strategi yang digunakan perusahaan atau manajer investasi untuk mempercantik laporan keuangan dan portofolio mereka menjelang akhir tahun guna menarik investor.
Secara historis, IHSG cenderung mencatatkan kinerja positif pada bulan Desember. Selain itu, pasar juga menantikan pemulihan saham-saham perbankan besar yang beberapa hari terakhir mengalami penurunan. Saham perbankan, sebagai sektor yang sering kali dipengaruhi oleh strategi window dressing, diperkirakan akan menguat, mengingat perusahaan perbankan cenderung memperbaiki kinerja mereka menjelang akhir tahun. Selain itu, valuasi saham perbankan besar yang masih cukup murah juga membuat saham-saham ini semakin menarik.
Pengaruh strategi ini tidak hanya terlihat pada akhir kuartal, tetapi dapat berlanjut hingga bulan-bulan berikutnya, yang dikenal dengan fenomena January Effect, asalkan kondisi ekonomi makro tetap mendukung.
Selain itu, prospek pemangkasan suku bunga acuan, baik dari Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) maupun Bank Indonesia (BI), turut menjadi faktor positif bagi pasar keuangan Indonesia. Sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga mengalami kenaikan setelah sinyal terbaru dari The Fed. Gubernur The Fed Atlanta, Raphael Bostic, dalam pernyataan terbarunya menyatakan bahwa meskipun belum ada keputusan final, ia tetap yakin bahwa pemotongan suku bunga perlu dilakukan dalam beberapa bulan mendatang.