[Medan | 24 Juni 2025] Setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan adanya gencatan senjata antara Israel dan Iran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,21% ke posisi 6.869,17 pada perdagangan Selasa, 24 Juni 2025.
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa meskipun Trump menyatakan gencatan senjata telah berlaku, tidak ada konfirmasi resmi dari pemerintah Israel pada saat itu. Israel hanya menyampaikan bahwa mereka telah menerima usulan gencatan senjata dari AS dan menegaskan akan merespons tegas jika terjadi pelanggaran.
Sementara itu, dari pihak Iran, media pemerintah dan sejumlah diplomat senior menyatakan bahwa mereka menghentikan serangan secara sepihak, tanpa menandatangani perjanjian resmi. Iran menekankan bahwa langkah tersebut bukan hasil kesepakatan yang mengikat, melainkan keputusan unilateral.
Liza pun menilai bahwa kesepakatan ini lebih bersifat simbolik, bukan perjanjian damai yang benar-benar kuat. Gencatan ini masih sangat rapuh dan keberlangsungannya sangat bergantung pada dukungan diplomatik, terutama dari Amerika Serikat dan Qatar.
Meski begitu, pasar merespons positif kabar tersebut, terlihat dari penguatan IHSG. Namun, mengingat belum jelasnya kepastian dari kedua belah pihak, Liza menyebut bahwa ini bukan akhir dari gejolak pasar yang tengah berlangsung. Secara teknikal, ia mengidentifikasi area support IHSG di 6.710–6.750 dan 6.840, sementara resistance berada di 7.000–7.010 dan 7.050–7.100.
Menurut Liza, agar IHSG dapat terus menguat secara berkelanjutan, dibutuhkan dukungan dari pemulihan ekonomi global, sentimen positif dari pasar internasional, serta arus masuk dana asing. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar, agar rupiah tidak kembali melemah ke level Rp16.500 per dolar AS.
Senada dengan itu, Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, menyatakan bahwa meskipun kabar gencatan senjata mampu mendorong sentimen positif jangka pendek, ketegangan geopolitik yang mereda secara nyata tetap menjadi faktor utama untuk menopang kepercayaan pasar dan meredakan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan dari faktor domestik, seperti data inflasi, PMI, dan stabilitas nilai tukar rupiah, guna menarik minat investor asing untuk kembali masuk ke pasar saham Indonesia.