[Medan | 26 Juni 2025] Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,54% ke posisi 6.832 pada perdagangan Rabu, 25 Juni 2025. Menurut Pilarmas Investindo Sekuritas, pelemahan IHSG menjelang libur panjang akhir pekan dipicu oleh aksi ambil untung (profit taking) dan sentimen negatif dari laporan Bank Dunia.
Pilarmas menjelaskan bahwa aksi jual terjadi setelah IHSG sempat mengalami rebound, namun tekanan jual dari investor asing masih membebani pasar. Berdasarkan data perdagangan Selasa (24/6), investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 942,41 miliar di pasar reguler. Tekanan ini menunjukkan bahwa pasar saham Indonesia masih rentan terhadap dinamika eksternal.
Selain itu, laporan Bank Dunia turut menambah kekhawatiran investor. Lembaga tersebut menyoroti bahwa ekonomi Indonesia tetap rentan terhadap tekanan global, terutama yang bersumber dari ketidakpastian geopolitik seperti konflik Iran-Israel. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia mengingatkan pentingnya sikap realistis dan kewaspadaan terhadap risiko global yang terus berkembang.
Sementara itu, indeks saham di kawasan Asia justru cenderung menguat, dipicu oleh optimisme terhadap potensi berlanjutnya gencatan senjata antara Israel dan Iran yang dimediasi oleh Amerika Serikat. Namun demikian, pasar masih berhati-hati karena laporan intelijen menyebutkan serangan rudal AS belum berhasil melumpuhkan sepenuhnya fasilitas nuklir utama milik Iran.
Di sisi lain, pernyataan terbaru dari Ketua The Fed, Jerome Powell, juga menjadi perhatian pelaku pasar. Dalam testimoninya di hadapan Senat AS, Powell menegaskan komitmen bank sentral dalam menjaga inflasi dan memberi sinyal bahwa suku bunga kemungkinan tetap bertahan sampai dampak tarif benar-benar terlihat. Namun, peluang pemangkasan suku bunga masih terbuka apabila inflasi terbukti bertahan di level rendah.
Dari Tiongkok, Bank Rakyat China (PBoC) melakukan injeksi likuiditas sebesar CNY 300 miliar melalui fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) satu tahun pada 25 Juni 2025. Langkah ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan likuiditas dalam sistem perbankan serta mendukung kegiatan pinjaman kepada sektor riil.
Pilarmas menilai, kebijakan ini menjadi langkah konkret untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok di tengah tekanan ekonomi global.