[Medan | 14 Maret 2024] Data Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa inflasi Amerika Serikat (AS) tercatat menyentuh 3,2% year-on-year (yoy) pada Februari 2024. Sementara secara bulanan, inflasi AS melesat 0,4% month-on-month (MoM), lebih tinggi dari bulan Januari yang mencapai 0,3%.
Di samping itu, inflasi inti yang tidak termasuk komponen energi dan pangan juga naik 3,8% yoy, alias di atas perkiraan sebesar 3,7% yoy. Inflasi inti bulanan juga mencapai 0,4% MoM melebihi ekspektasi 0,3%. Kenaikan inflasi ini pun terjadi di tengah tingginya biaya bensin dan tempat tinggal, dimana harga bensin terpantau rebound 3,8% setelah turun 3,3% di Januari, dan Shelter, termasuk harga sewa, naik 0,4% setelah naik 0,6% di bulan sebelumnya.
Setelah pengumuman tingkat inflasi AS ini, nilai tukar Rupiah mengalami penguatan 0,1% menjadi Rp 15.570/US$. Posisi ini mencatatkan level terkuat sejak 15 Januari 2024, menandai apresiasi yang berlangsung selama empat hari berturut-turut. Di sisi lain, kenaikan inflasi AS pada bulan Februari nampaknya akan mendorong Federal Reserve, bank sentral AS, untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menentukan kebijakan pelonggaran moneter.
Sebagai informasi, para pembuat kebijakan Fed selanjutnya akan bertemu pada 19-20 Maret, di mana mayoritas memperkirakan Fed akan mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5%. Adapun berdasarkan survei yang dilakukan Reuters belum lama ini, sebanyak 108 ekonom yang terlibat dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan suku bunga The Fed akan berada di kisaran 5,25% – 5,50%. Sementara itu, 72 ekonom menyebut penurunan tersebut akan terjadi di bulan Juni.