[Medan | 3 November 2025] Memasuki November 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan bergerak lebih landai setelah mencatat penguatan 1,28% pada Oktober. Sejumlah analis menilai sentimen kinerja emiten kuartal III telah banyak terefleksi pada pergerakan bulan sebelumnya, sementara risiko eksternal dan aksi ambil untung berpotensi menahan laju indeks bulan ini.
Sepanjang Oktober 2025, IHSG ditopang aliran dana asing senilai Rp2,48 triliun di pasar reguler dan Rp5,55 triliun di seluruh pasar. Namun, tren historis menunjukkan November kerap menjadi bulan yang lebih lemah. Pada November 2024, IHSG terkoreksi 6,07% secara bulanan disertai penurunan rata-rata nilai transaksi sebesar 8,93%.
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su mengatakan bahwa peluang koreksi masih terbuka, meski potensi window dressing tetap ada menjelang akhir tahun. Efek positif window dressing kemungkinan tidak sekuat tahun-tahun lalu karena volatilitas pasar masih tinggi dan investor asing secara tahunan masih mencatat net sell besar.
Harry menambahkan faktor utama yang membayangi IHSG antara lain ketegangan dagang AS–China, perlambatan ekonomi global, dan isu fiskal dalam negeri. Selain itu, aksi profit taking pasca penguatan Oktober serta sikap wait and see investor jelang akhir tahun juga menjadi faktor penahan pasar.
Sementara itu, VP Equity Retail Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyoroti bahwa dalam sembilan tahun terakhir, IHSG hanya menguat tiga kali di bulan November, yakni pada 2018, 2020, dan 2023. Kinerja kuartal III sudah priced in, sementara beberapa manajer investasi global mulai melakukan rebalancing portofolio atau tax loss harvesting.
Dari sisi sektoral, Harry menilai saham perbankan besar, telekomunikasi, energi, barang konsumsi, dan emas masih menarik. Ia merekomendasikan BBCA, TLKM, ICBP, dan AMRT.
Sedangkan Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto menilai IHSG masih berpeluang positif, terutama ditopang aliran modal asing ke saham fundamental kuat dan blue chip. Ia merekomendasikan ANTM, ISAT, EXCL, JPFA, MYOR, dan BBCA.
Audi juga merekomendasikan beli BMRI, BBRI, dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp5.300, Rp4.250, dan Rp9.000 per saham, serta trading buy untuk TLKM, ASII, dan BSDE di kisaran target Rp3.450, Rp6.800, dan Rp1.080.
Dengan dinamika tersebut, pelaku pasar perlu mencermati potensi volatilitas jangka pendek di November sembari menyiapkan strategi menjelang window dressing akhir tahun.

