Pada hari Jumat (24/2/2023), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini menjadi emiten ke-19 yang melantai di BEI sepanjang tahun ini. Ahmad Yuniarto, Presiden Direktur PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, mengklaim PGEO sukses menarik perhatian investor baik domestik maupun asing dalam rangkaian penawaran umum perdana (IPO).
Sejumlah investor domestik dan multinasional yang turut berpartisipasi dalam IPO PGEO ini termasuk juga Indonesia Investment Authority (INA) dan Masdar, perusahaan energi hijau yang berkantor pusat di United Arab Emirates (UAE). Dalam IPO ini, PGEO menetapkan harga IPO di harga Rp 875 per saham. Ini merupakan rentang tengah dari harga book building yang dipasang PGEO berada di Rp 820 – Rp 945.
PGEO juga melepas sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham yang mewakili sebesar 25,00% dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO. Jadi, perseoran dapat meraup dana segar hingga Rp 9,05 triliun dari aksi korporasi tersebut. Penawaran umum saham PGEO juga cukup mendapat sambutan dari investor, dimana IPO PGEO mengalami kelebihan permintaan alias oversubscribed hingga 3,81 kali dari porsi pooling, melampaui target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penerbitan penawaran umum perdana ini, menurut Yuniarto, merupakan tahapan dalam upaya PGEO untuk meningkatkan kapasitas terpasang sebesar 600 megawatt (MW) hingga 2027. Basis kapasitas terpasang PGEO yang kini mencapai 672 MW diperkirakan akan meningkat menjadi 1.272 MW pada tahun 2027.
Selain untuk memperkuat kinerja, IPO yang dilakukan oleh PGEO juga bertujuan untuk menguatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan. Sebagai gambaran, PGEO saat ini mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW. Rinciannya, kapasitas sebesar 672 MW dikelola langsung (own operation) dan 1.205 MW melalui skema Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract).