[Medan | 16 April 2024] Berdasarkan data Google Finance, rupiah terpantau bertengger di level Rp 16.055,30 per dolar AS pada pukul 18:35 WIB pada hari Senin (14/4/2024). Analis pasar modal Hans Kwee menyatakan bahwa pelemahan rupiah belakangan ini terutama disebabkan oleh keraguan pelaku pasar terhadap peluang Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk memangkas suku bunga acuannya pada Juni 2024.
Menurut perangkat CME FedWatch, investor kini melihat peluang The Fed memangkas suku bunga pada Juni hanya 56,3%, turun dari ekspektasi pekan lalu di 63%. Di sisi lain, ada beberapa sektor yang bakal diuntungkan dari pelemahan rupiah ini, termasuk salah satunya sektor pertambangan komoditas seperti batubara dan migas (minyak dan gas), seperti PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), hingga PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG).
Selain itu, emiten di sektor pulp dan kertas seperti perusahaan Grup Sinarmas, yaitu PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM), juga akan mendapatkan keuntungan karena sebagian besar penjualan mereka berasal dari ekspor. Adapun TKIM mencatatkan ekspor sebesar US$ 631,8 juta atau 58,8% dari total penjualan pada tahun 2023, sementara INKP mencatatkan penjualan ekspor sebesar US$ 2,05 miliar atau 59,19% dari total penjualan pada tahun 2023.
Saham di sektor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) juga diuntungkan dengan adanya pelemahan rupiah. Perusahaan seperti PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP), dan PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) mendapat manfaat karena biaya produksi CPO sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, sementara produknya diperdagangkan dalam mata uang dolar AS.