[Medan | 17 November 2025] Harga minyak global menguat sekitar 2% pada Jumat (14/11) setelah Rusia menghentikan ekspor minyak dari pelabuhan Laut Hitam Novorossiysk menyusul serangan drone Ukraina yang mengenai fasilitas energi strategis negara tersebut.
Pada 18.30 WIB, harga minyak mentah Brent kontrak Januari 2026 naik US$1,50 atau 2,4% ke US$64,51 per barel. Sementara WTI kontrak Desember 2025 meningkat US$1,57 atau 2,7% menjadi US$60,26 per barel.
Serangan Ukraina pada Jumat merusak kapal di pelabuhan, blok apartemen, serta depot minyak, dan melukai tiga awak kapal, menurut pejabat Rusia. Dampak serangan tersebut memicu penghentian ekspor minyak dari Novorossiysk, sementara Transneft turut menangguhkan pasokan minyak mentah ke terminal tersebut.
“Intensitas serangan semakin sering terjadi. Jika berlanjut, serangan dapat mengenai infrastruktur yang menimbulkan gangguan jangka panjang,” ujar Giovanni Staunovo, analis komoditas UBS. Pasar kini menilai potensi risiko gangguan pasokan jangka panjang dari Rusia.
Pada Oktober, pengiriman minyak mentah melalui Novorossiysk mencapai 3,22 juta ton atau sekitar 761.000 barel per hari, ditambah ekspor produk minyak sebesar 1,79 juta ton. Dengan volume ekspor sebesar itu, gangguan pada pelabuhan menjadi fokus utama pelaku pasar.
Harga minyak acuan diperkirakan mencatat kenaikan mingguan, dengan Brent naik sekitar 1% dan WTI 0,8% sejauh ini. Penguatan harga tercatat setelah penurunan sekitar 3% pada Rabu akibat laporan OPEC yang memproyeksikan keseimbangan antara pasokan dan permintaan global mulai 2026, menghapus ekspektasi defisit suplai.
Dari Amerika Serikat, EIA melaporkan kenaikan stok minyak mentah 6,4 juta barel menjadi 427,6 juta barel pada pekan yang berakhir 7 November, jauh di atas konsensus kenaikan 1,96 juta barel. Adapun stok bensin dan distilat turun lebih besar dari perkiraan.
Investor juga memantau dampak lanjutan sanksi Barat terhadap perdagangan minyak Rusia. AS akan melarang transaksi dengan Lukoil dan Rosneft mulai 21 November sebagai bagian dari tekanan untuk mendorong Rusia ke meja perundingan.
JPMorgan melaporkan sekitar 1,4 juta barel per hari minyak Rusia, hampir sepertiga ekspor via laut, saat ini mengendap di kapal tanker karena proses bongkar muat melambat akibat sanksi. Setelah tenggat 21 November, tantangan pembongkaran diperkirakan meningkat signifikan.

