[Medan | 10 Desember 2024] Harga saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) tiba-tiba melonjak 16,52% menjadi Rp 2.680 per saham pada perdagangan hari Senin (9/12/2024), mengoreksi penurunan yang terjadi pada beberapa hari sebelumnya. Sebelumnya, saham ADRO tercatat turun 0,85% pada Kamis (5/12) dan anjlok 1,71% pada Jumat (6/12/2024).
Di sisi lain, muncul transaksi super jumbo saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) di pasar negosiasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari Senin (9/12/2024). Menariknya, transaksi penjualan saham AADI ini dilakukan pada harga yang jauh lebih rendah dari pasar reguler, yaitu Rp 5.960 per saham, dengan volume perdagangan sebesar 55,2 juta saham.
Berdasarkan data Bloomberg, harga ini terbilang diskon signifikan, mengingat harga pasar reguler saat ini berada di Rp 9.550 per saham. Bahkan, pada pembukaan perdagangan pagi tadi, saham AADI sempat langsung melesat hingga menyentuh zona Auto Reject Atas (ARA). Meskipun begitu, belum ada pernyataan resmi terkait transaksi besar tersebut hingga saat ini.
Sebagai informasi, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) sebelumnya menawarkan seluruh saham yang dimilikinya di Adaro Andalan Indonesia (AADI), yaitu sebanyak 7.008.202.240 saham dengan harga Rp 5.960 per saham, kepada para pemegang saham ADRO yang terdaftar dalam daftar pemegang saham (DPS) pada tanggal 29 November 2024.
Dalam laporan riset Samuel Sekuritas yang dirilis pada 4 Desember 2024, disebutkan bahwa ADRO masih memiliki dua sumber utama pendapatan, yaitu PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) yang dimiliki 83,8% dan PT Saptaindra Sejati (SIS) yang sepenuhnya dimiliki ADRO. ADMR memiliki cadangan batu bara kokas besar, mencapai 158 juta ton, sementara SIS dikenal dengan efisiensi operasionalnya dalam layanan pertambangan.
Meskipun pendapatan konsolidasi ADRO diprediksi akan turun signifikan menjadi USD 1,3 miliar pada 2025, EBITDA diperkirakan tetap solid sebesar USD 705 juta. ADMR diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sebesar USD 1,1 miliar dengan margin EBITDA lebih dari 50%, sementara SIS berpotensi berkontribusi USD 111 juta melalui kegiatan pengupasan tanah.
ADRO juga terlihat agresif dalam memperluas portofolio bisnis hijau melalui Adaro Green dan ADMR. Proyek-proyek besar yang tengah dikerjakan termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di Indonesia dengan kapasitas 1.375 MW yang dijadwalkan beroperasi pada 2030, serta pabrik smelter aluminium hijau di Kawasan Industri Kaltara. Aset hijau ini diharapkan menjadi pendorong utama revaluasi positif (re-rating) nilai perusahaan di masa depan.
Samuel Sekuritas menilai bahwa revaluasi saham ADRO wajar seiring dengan pergeseran fokus bisnis perusahaan. Mereka tetap mempertahankan rekomendasi beli untuk saham ADRO dengan target harga baru sebesar Rp 3.400 per saham, yang mencerminkan rasio harga saham terhadap laba (P/E) sebesar 12,8 kali pada 2025. Potensi kenaikan harga saham didorong oleh aset hijau yang masih belum tergarap, neraca keuangan yang kuat, serta proyeksi kinerja positif yang diperkirakan mencapai USD 504 juta pada 2025, berbalik dari kerugian USD 141 juta di 2024, seiring dengan spin-off AADI.