[Medan | 11 Juni 2025] Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) merosot tajam sebesar 5,51% ke posisi Rp3.260 per saham pada perdagangan Selasa (10/6/2025), di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Penurunan ini terjadi setelah Greenpeace merilis laporan yang menyoroti kegiatan tambang di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran — yang dikategorikan sebagai pulau kecil dan dilindungi oleh UU No. 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Greenpeace menyebut adanya kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan hutan seluas lebih dari 500 hektare dan limpasan tanah yang menyebabkan sedimentasi di wilayah pesisir.
Salah satu perusahaan yang disorot dalam laporan tersebut adalah PT Gag Nikel, anak usaha Antam yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak 2017. Laporan ini menuai reaksi keras dari masyarakat dan aktivis lingkungan, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat. Selain itu, izin operasional PT Gag Nikel dibekukan guna dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kepatuhan perusahaan terhadap prinsip good mining practice. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan tambang tidak menyalahi aturan dan tidak merusak ekosistem pulau-pulau kecil.
Dalam laporan tahunan Antam 2024, cadangan nikel PT Gag Nikel tercatat cukup besar, yaitu 11,96 juta wet metrik ton limonite dan 44,08 juta wet metrik ton saprolite. Meski lokasi tambang utama ANTM berada di Maluku Utara, Gag Nikel menjadi tambang kedua terbesar berdasarkan jumlah cadangan. Diperkirakan, kontribusi produksinya terhadap total produksi ANTM mencapai 15–18%.
Dengan begitu, meskipun dampaknya terhadap total produksi tergolong terbatas, penghentian operasional ini tetap menimbulkan kekhawatiran pasar, terutama terkait aspek regulasi dan keberlanjutan lingkungan.