[Medan | 3 Maret 2025] Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari Jumat (28/2) tercatat turun tajam sebesar 3,31% hingga mencapai level 6.270. Dalam sepekan terakhir, IHSG terkontraksi 7,83%, dan secara year-to-date mengalami penurunan sebesar 11,43%.
Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, menjelaskan bahwa masih adanya tekanan jual dari investor asing pasca penurunan rating oleh Morgan Stanley menjadi salah satu faktor utama yang menekan IHSG.
Di sisi lain, pasar saham Indonesia juga menghadapi ketidakpastian global, terutama terkait kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang berpotensi meningkatkan inflasi.
Dari dalam negeri, IHSG turut dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah, yang tercatat berada pada level terendah sejak Juni 1998, yakni Rp 16.596 per dolar AS pada Jumat (28/2).
Bulan Maret diperkirakan akan menjadi bulan yang penuh tantangan bagi pasar saham. Secara historis, IHSG sering kali tertekan pada bulan ini, dengan rata-rata penurunan sebesar 2,2% dalam sepuluh tahun terakhir. IHSG hanya tercatat menguat pada bulan Maret di tahun 2015, 2017, 2019, dan 2022.
Selain itu, kekhawatiran terhadap daya beli yang lemah menjelang Ramadan dan Lebaran diperkirakan akan berdampak pada pencapaian target konsumsi dan pertumbuhan yang lebih rendah dari yang diharapkan. Faktor domestik lainnya adalah pembagian dividen dari emiten yang diprediksi akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, berpendapat bahwa IHSG kemungkinan akan sulit untuk rebound mengingat tekanan yang masih besar, terutama akibat kebijakan tarif dari Trump. IHSG diproyeksikan akan bergerak di kisaran 6.170 hingga 6.510.
Nico menyarankan agar investor yang kurang menyukai volatilitas tinggi dapat memilih untuk menunggu. Namun, bagi investor yang tertarik dengan volatilitas, saat ini bisa menjadi peluang. Untuk investor jangka panjang, akumulasi beli merupakan langkah yang tepat. Nico juga mengingatkan bahwa sektor komoditas bisa menjadi pilihan, karena berkorelasi positif dengan sentimen pasar saat ini.