[Medan | 24 November 2025] JP Morgan memperkirakan rencana pemerintah untuk mengenakan bea keluar terhadap ekspor emas berpotensi diperluas ke sejumlah komoditas lain, terutama nikel. Dalam laporan terbarunya, analis Benny Kurniawan dan tim menyebut tarif bea keluar ekspor emas saat ini tengah dikaji pada kisaran 7,5%–15%.
Menurut JP Morgan, prospek implementasi pungutan tersebut semakin kuat karena penerimaan pajak berada di bawah proyeksi, turun sekitar 3% secara tahunan (YoY) pada periode Januari–September 2025. Kondisi ini dinilai mendorong pemerintah mencari tambahan sumber penerimaan fiskal dari sektor komoditas.
Selain emas dan batu bara, JP Morgan menilai penerapan bea keluar berpotensi diperluas ke produk antara komoditas nikel, khususnya nickel pig iron (NPI), ferronickel (FeNi), dan mixed hydroxide precipitate (MHP). Indonesia memiliki tiga komoditas yang berkontribusi besar terhadap perdagangan internasional yakni crude palm oil (CPO), nikel, dan batu bara. Bea keluar untuk CPO telah berlaku, sementara rencana pungutan untuk nikel dan batu bara belum terealisasi meski telah dibahas beberapa kali.
JP Morgan menilai risiko implementasi bea keluar lebih tinggi pada komoditas nikel dibanding batu bara, terutama karena produk antara nikel masih dapat diolah lebih lanjut menjadi stainless steel, nikel sulfat, dan nikel olahan, sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Di sisi lain, kebutuhan batu bara untuk pasar domestik relatif kecil terhadap total produksi sehingga bea keluar dinilai kurang strategis untuk jenis komoditas tersebut.

