[Medan | 10 November 2025] Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan bahwa tiga perusahaan berskala besar atau lighthouse companies tengah bersiap melantai di pasar modal nasional. Ketiga calon emiten ini diklaim memiliki aset jumbo dan akan melengkapi target lighthouse IPO 2025 yang dicanangkan otoritas bursa.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyebut bahwa ketiga perusahaan tersebut telah memasuki tahap akhir menuju pencatatan saham perdana. “Setelah lima perusahaan besar berhasil tercatat tahun ini, masih ada tiga calon emiten lighthouse yang kini berada di pipeline kami dan sedang dalam proses menuju IPO,” ujarnya.
Menurut Nyoman, kehadiran emiten berskala besar menunjukkan komitmen BEI menjaga kualitas pasar, di mana kapitalisasi perusahaan menjadi salah satu indikator utama. “IPO berskala besar atau Lighthouse IPO menjadi indikator penting. Salah satu kriteria utamanya adalah kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun,” tegasnya.
Nyoman menambahkan, tiga calon emiten jumbo tersebut berasal dari sektor perbankan, infrastruktur, dan pertambangan, dan diharapkan resmi tercatat sebelum akhir tahun 2025.
1. Sektor Perbankan: Superbank dan Bank DKI
Superbank
Salah satu calon IPO terbesar dari sektor keuangan adalah PT Superbank Indonesia Tbk (BSPR), bank digital hasil transformasi dari PT Bank Fama International.
Superbank sempat dikabarkan akan melakukan book building pada 10–13 Oktober 2025, dengan harga indikatif Rp250–Rp300 per saham. Nilai penghimpunan dana diperkirakan mencapai US$200–300 juta (Rp3,25–4,88 triliun) dengan valuasi sekitar US$1,5–2 miliar.
Meski BEI sempat membantah kabar tersebut, antusiasme investor tetap tinggi, terlihat dari kenaikan harga saham induknya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK).
Superbank merupakan hasil konsorsium antara Emtek Group, Grab, Singtel, KakaoBank, dan A5-DB Holdings. Emtek memegang porsi 34,58%, diikuti Grab (21,29%), Singtel (18,93%), KakaoBank (10%), dan A5-DB (7,10%).
Dalam penguatan ekosistem digitalnya, Superbank meluncurkan produk Pinjaman Atur Sendiri (PAS) dan menggandeng OVO melalui fitur OVO Nabung, langkah yang memperluas jangkauan layanan ke jutaan pengguna digital di Indonesia.
Bank DKI
Selain Superbank, PT Bank DKI juga bersiap melakukan IPO setelah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada April 2025.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya bank pembangunan daerah tersebut memperkuat permodalan dan tata kelola untuk mendukung ekspansi bisnis.
OJK menyambut baik rencana tersebut dan menyatakan akan terus mendorong BPD untuk go public guna memperdalam pasar keuangan nasional. Namun, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menegaskan bahwa setiap BPD wajib memenuhi prasyarat seperti disiplin fiskal daerah, profesionalisme, tata kelola yang baik, serta rating kredibel sebelum melantai di bursa.
2. Sektor Infrastruktur: Titan Infra Sejahtera (TIS)
Dari sektor infrastruktur dan logistik batu bara, calon kuat IPO jumbo adalah PT Titan Infra Sejahtera (TIS).
Perusahaan berbasis di Sumatra Selatan ini berencana melepas sekitar 10% saham ke publik pada tahun 2025, guna mendukung ekspansi dan penguatan modal kerja.
TIS memiliki dua anak usaha strategis, yakni PT Servo Lintas Raya (SLR) yang mengoperasikan jalan hauling 118 km, serta PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ) yang mengelola pelabuhan di Sungai Musi. Volume pengangkutan batu bara TIS mencapai 21 juta ton pada 2024, naik 15% dari tahun sebelumnya, dan ditargetkan menyentuh 27 juta ton di 2025.
Kinerja TIS juga ditopang kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang mulai menggunakan fasilitas jalan dan pelabuhan TIS sejak 2024.
Sumatra Selatan sendiri menyumbang 25% cadangan batu bara nasional, menjadikan TIS pemain strategis dalam rantai pasok energi nasional.
3. Sektor Pertambangan: Anugrah Neo Energy Materials (Neo Energy)
Calon IPO jumbo berikutnya datang dari sektor pertambangan nikel, yakni PT Anugrah Neo Energy Materials (Neo Energy).
Perusahaan ini diperkirakan akan menggalang dana segar lebih dari Rp5 triliun, menjadikannya salah satu transaksi IPO terbesar di Indonesia tahun ini.
Neo Energy tengah membangun fasilitas High Pressure Acid Leach (HPAL) berteknologi baru yang lebih efisien dan rendah emisi untuk memproduksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), bahan utama baterai kendaraan listrik (EV).
Perusahaan menguasai dua konsesi tambang besar—TAS dan MDK—masing-masing di atas 10.000 hektare di wilayah Sulawesi. Produksi Neo Energy akan terintegrasi ke dua kawasan industri hijau yang termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN): Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE) dan Neo Energy Parimo Industrial Estate (NEPIE).
Dengan biaya produksi HPAL yang diproyeksikan hanya US$11.000–16.000 per ton, Neo Energy berpotensi menjadi produsen nikel hijau paling kompetitif di Asia, menarik minat investor global dari Eropa, AS, hingga Korea Selatan.

