[Medan | 2 Mei 2024] Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunganya di level 5,25%-5,5% dalam Federal Open Market Committee (FOMC) bulan Mei 2024 ini.
Selain itu, The Fed juga diproyeksikan masih belum akan memangkas suku bunga acuannya dalam waktu dekat. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunganya sebanyak 3 kali pada semester II-2024. Namun, ekspektasi pasar kini menurun menjadi tinggal satu kali pemangkasan tahun ini pada Desember 2024. Bahkan, ada kemungkinan bahwa tidak akan ada pemangkasan suku bunga dari The Fed sama sekali.
Pasalnya, inflasi AS tercatat masih cukup tinggi, dan bahkan cenderung mengalami kenaikan. Adapun inflasi AS pada bulan Maret mencapai 3,5% (year on year/yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang sebesar 3,2% yoy. Meskipun laju PCE bulanan stagnan di 0,3%, inflasi tahunan meningkat menjadi 2,7% pada Maret 2024. Kondisi ini menandai ketidakpastian inflasi AS yang masih tinggi, yang dapat menghambat The Fed dalam melakukan pemangkasan suku bunga.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 23 dan 24 Maret 2024. Selain menaikkan suku bunga acuan, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility ke level 5,50% dan suku bunga lending facility di level 7%.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, keputusan untuk menaikkan suku bunga acuan tersebut diambil sebagai langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Langkah ini sangat penting terutama di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin meningkat, yang dipicu oleh perubahan arah kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), dan eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah.