[Medan | 2 Juli 2025] Pasar saham Asia yang biasanya menunjukkan performa kuat pada bulan Juli kini dihadapkan pada tekanan baru dari risiko kebijakan tarif Amerika Serikat.
Presiden AS Donald Trump dijadwalkan menetapkan tarif impor baru pada 9 Juli 2025, jika negosiasi dengan negara mitra dagang tidak mencapai kesepakatan. Situasi ini diperkirakan akan menjadi ujian serius bagi tren reli musiman yang biasa terjadi di kawasan Asia.
Menurut data historis, bulan Juli biasanya menjadi salah satu periode terbaik bagi pasar saham Asia, dengan rerata penguatan indeks mencapai sekitar 1,36 persen. Namun tahun ini, sentimen positif tersebut berpotensi teredam oleh ketidakpastian global, khususnya terkait kebijakan dagang proteksionis AS yang menyasar negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, hingga Indonesia. Sejumlah analis mencatat bahwa investor Asia mulai menunjukkan sikap lebih berhati-hati menjelang tenggat waktu kebijakan tarif tersebut.
Dari Jepang, survei Tankan terbaru yang dirilis oleh Bank of Japan (BoJ) menunjukkan peningkatan sentimen bisnis di sektor manufaktur, naik menjadi +13 dari +12 sebelumnya. Meskipun begitu, ekspektasi laba perusahaan menurun, dan para pelaku usaha menyatakan kekhawatiran terhadap potensi dampak tarif, terutama bagi industri otomotif dan mesin ekspor. BoJ sendiri kini berada di posisi sulit dalam mengambil keputusan suku bunga, mengingat penguatan yen dan ketegangan dagang yang dapat memicu perlambatan ekspor.
Di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Vietnam, pertumbuhan ekspor juga mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Walau beberapa negara masih mencatat ekspansi sektor manufaktur, seperti Vietnam, kekhawatiran investor terhadap prospek global membuat arus modal menjadi lebih selektif. Sektor-sektor berbasis ekspor mulai melemah, sementara saham-saham defensif seperti utilitas dan kesehatan mulai dilirik kembali.
Para pelaku pasar saat ini cenderung bersikap menunggu, menantikan kejelasan dari hasil pertemuan tingkat tinggi antara AS dan negara-negara mitranya. Jika kesepakatan tarif gagal dicapai sebelum 9 Juli, kemungkinan besar pasar saham Asia akan mengalami koreksi, terutama sektor-sektor yang sensitif terhadap perdagangan global seperti teknologi, otomotif, dan logistik.
Sementara itu, kalender yang padat sepanjang Juli, termasuk keputusan suku bunga Bank of Japan dan kemungkinan intervensi dari bank sentral negara lain, akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pasar selanjutnya.
Secara keseluruhan, meskipun Juli secara historis adalah bulan yang kuat untuk pasar Asia, tahun ini menjadi pengecualian karena ancaman tarif dari AS menjadi faktor penentu utama arah pasar. Kombinasi antara ketidakpastian kebijakan, pelemahan ekspor, dan kekhawatiran pertumbuhan global menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh investor di kawasan ini dalam beberapa minggu ke depan.