[Medan | 5 Februari 2025] Ketegangan perdagangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia kembali memanas setelah China resmi memberlakukan tarif balasan terhadap sejumlah impor dari Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tarif baru yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
China mengumumkan kebijakan tersebut hanya beberapa jam setelah AS mulai menerapkan tambahan tarif sebesar 10% terhadap seluruh impor dari China pada Selasa (4/2/2025) pukul 12:01 pagi waktu setempat.
Sebelumnya, Trump berulang kali menuding Beijing tidak cukup serius dalam menekan peredaran obat-obatan terlarang ke AS, terutama fentanyl, opioid berbahaya yang telah menyebabkan krisis kesehatan di Amerika.
Sebagai respons, Kementerian Keuangan China menetapkan tarif sebesar 15% untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS, serta tarif 10% terhadap minyak mentah, peralatan pertanian, dan beberapa jenis kendaraan.
Selain tarif, China juga memperketat pengawasan terhadap perusahaan teknologi AS dengan memulai investigasi anti-monopoli terhadap Google, anak perusahaan Alphabet Inc. Selain itu, Beijing memasukkan PVH Corp—pemilik merek Calvin Klein—dan perusahaan bioteknologi AS, Illumina, ke dalam daftar entitas yang dianggap tidak dapat dipercaya.
Tak hanya itu, China juga memperketat kontrol ekspor terhadap sejumlah logam tanah jarang dan mineral penting yang sangat dibutuhkan dalam industri teknologi tinggi serta transisi energi bersih.
Langkah cepat China dalam merespons kebijakan AS mengejutkan para analis yang sebelumnya memperkirakan Beijing akan bersikap lebih hati-hati. Jika perang dagang ini semakin eskalatif, kemungkinan dampaknya mencakup peningkatan tarif lebih lanjut, pembatasan ekspor mineral strategis, pengetatan akses pasar bagi perusahaan AS di China, atau bahkan depresiasi yuan.