[Medan | 17 Juli 2024] Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 16 dan 17 Juli 2024. Selain menahan suku bunga acuan, BI juga menahan suku bunga deposit facility di level 5,5% dan suku bunga lending facility di level 7%.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, keputusan untuk mempertahankan suku bunga ini diambil seiring dengan perekonomian Indonesia yang diproyeksikan akan tetap terjaga dan didukung oleh permintaan domestik yang kuat. BI masih mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini di kisaran 4,7 hingga 5,5%. Prospek ekonomi yang positif ini menjadi salah satu faktor yang menarik aliran modal asing ke Indonesia.
Selain itu, Perry menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah mulai berkurang. Sejak awal tahun hingga 16 Juli 2024, depresiasi rupiah terhadap dollar AS menurun menjadi 4,84%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara-negara Asia lainnya seperti peso Filipina yang melemah 5,14%, baht Thailand yang melemah 5,44%, dan won Korea Selatan yang melemah 7,03%.
Perry juga menyampaikan bahwa bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), berpotensi menurunkan fed fund rate (FFR) lebih cepat dari perkiraan sebelumnya pada akhir 2024. Perry mengatakan bahwa FFR kemungkinan akan turun lebih cepat dari yang diperkirakan, dari Desember 2024 menjadi November 2024. Meskipun begitu, pelaku pasar memperkirakan dengan kemungkinan 91,7% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September.
Ketua the Fed Jerome Powell juga mengatakan dalam minggu ini bahwa The Fed semakin yakin bahwa inflasi akan terus menurun. Dia juga sebelumnya memberi isyarat bahwa bank sentral tidak perlu melihat inflasi mencapai target 2% untuk mulai menurunkan suku bunga. Sebagai informasi, inflasi AS turun menjadi 3% secara tahunan pada bulan Juni dari 3,3% di bulan Mei, dan berada jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 3,1%.
Perry pun sebelumnya menyampaikan bahwa BI membuka peluang adanya penurunan suku bunga atau BI Rate pada kuartal IV tahun ini. Perry menjelaskan bahwa keputusan terkait penurunan suku bunga ini akan tergantung pada kondisi nilai tukar rupiah. Saat ini, BI sedang fokus untuk menstabilkan nilai tukar yang mengalami tren pelemahan belakangan ini. BI menargetkan agar rupiah tetap stabil di kisaran Rp 15.700 hingga Rp 16.100 per dolar AS pada akhir tahun ini.
Nantinya, saat suku bunga mengalami penurunan, optimisme pasar mulai meningkat, sehingga harga obligasi terdorong atau naik. Ini berarti bahwa investor atau pemegang obligasi berpotensi mendapatkan keuntungan dari capital gain jika mereka menjual obligasi tersebut di pasar sekunder. Oleh karena itu, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengakumulasi instrumen obligasi, mengingat adanya ekspektasi penurunan suku bunga pada semester II tahun 2024 mendatang.