[Medan | 5 Agustus 2024] Bank Indonesia (BI) menerapkan bauran kebijakan untuk menyuntikkan likuiditas ke perbankan di tengah kebijakan moneter yang pro-stabilitas. Gubernur BI, Perry Warjiyo, melaporkan bahwa total insentif yang diberikan bisa mencapai Rp 280 triliun hingga akhir 2024.
Insentif ini diberikan kepada bank yang aktif menyalurkan kredit, terutama ke sektor-sektor prioritas seperti hilirisasi minerba dan non-minerba (pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, pembiayaan inklusif (UMKM, KUR, dan Ultra Mikro/UMi), serta pembiayaan hijau.
Secara rinci, sejak Maret 2024 nilai insentif yang telah digelontorkan kepada bank mencapai Rp165 triliun. Kemudian, angka ini naik mencapai Rp255,8 triliun pada Juni 2024. Adapun, insentif ini telah dikucurkan oleh semua kelompok bank pada periode Di mana, Bank BUMN mendapat tambahan insentif sebesar Rp36,4 triliun. Dari yang semula Rp82 triliun, kini per Juni 2024 mencapai Rp118,4 triliun.
Selanjutnya, tambahan insentif bagi bank swasta nasional sebesar Rp44,1 triliun, dari semula Rp64,8 triliun per Maret 2024 menjadi Rp108,9 triliun per Juni 2024. Adapun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) mendapat tambahan insentif sebesar Rp9 triliun dari semula Rp15,9 triliun menjadi Rp24,9 triliun. Terakhir, Terakhir, kelompok Kantor Cabang Bank Luar Negeri (KCBLN) atau bank asing di Indonesia mendapat kucuran likuiditas sebesar Rp1,3 triliun, dari per Maret Rp2,3 triliun menjadi Rp3,5 triliun.
Sebagai informasi, insentif makroprudensial likuiditas adalah insentif yang diberikan oleh bank sentral berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah. Insentif ini ditujukan kepada bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor-sektor tertentu. Tambahan likuiditas makroprudensial ini diharapkan dapat mendukung penyaluran kredit perbankan.