[Medan | 15 Januari 2025] Tim ekonomi Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, tengah membahas kebijakan pengenaan tarif yang akan diberlakukan secara bertahap, dengan rencana kenaikan tarif sekitar 2% hingga 5% per bulan. Pendekatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya tawar sambil menghindari lonjakan inflasi.
Menurut sumber yang dikutip Bloomberg pada Selasa (14/1/2025), proposal ini masih dalam tahap awal dan belum diajukan kepada Trump, yang menunjukkan bahwa kebijakan ini masih dalam proses pertimbangan. Pengenaan tarif ini akan bergantung pada otoritas eksekutif yang dimiliki oleh Presiden berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional.
Selama kampanye presiden 2024, Trump menjanjikan tarif minimum 10% hingga 20% untuk semua barang impor, dan tarif 60% atau lebih untuk barang-barang dari China. Sejak terpilih pada November, banyak spekulasi mengenai seberapa agresif ia akan menerapkan tarif, meskipun Trump sendiri membantah beberapa laporan terkait kebijakan tarif tersebut.
Ketidakpastian ini telah membuat investor dan perusahaan kebingungan. Beberapa investor baru-baru ini menjual obligasi Treasury AS karena khawatir inflasi akan tetap tinggi akibat tarif baru, yang berpotensi memengaruhi pasar saham dan ekonomi secara keseluruhan. Dengan hanya seminggu menjelang pelantikan, para ekonom masih belum dapat memprediksi dampak dari kebijakan perdagangan Trump terhadap ekonomi AS.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia merasa optimistis bahwa pengenaan tarif tinggi oleh AS di bawah kepemimpinan Trump tidak akan berdampak buruk signifikan terhadap ekspor Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Indonesia sudah lama menghadapi kebijakan tarif perdagangan AS, termasuk untuk ekspor komoditas seperti sepatu dan pakaian.
Meski demikian, Airlangga menegaskan bahwa Indonesia akan terus berupaya menjalin kerja sama ekonomi bilateral dengan AS untuk meraih penurunan tarif dalam menghadapi potensi ancaman tarif dari Trump.