[Medan | 26 Juni 2025] Permintaan batu bara dari Indonesia oleh dua negara pengimpor utama, China dan India, terus mengalami penurunan tajam. Kedua negara tersebut kini mulai mengalihkan pembelian mereka ke batu bara berkualitas lebih tinggi dari negara lain, seiring dengan jatuhnya harga global yang membuat batu bara dengan kandungan kalori tinggi menjadi lebih kompetitif secara ekonomi.
Menurut laporan Reuters yang mengutip sumber industri, penurunan impor batu bara Indonesia ke China dan India terjadi lebih cepat dibandingkan total penurunan impor batu bara termal kedua negara tersebut secara keseluruhan. Penyebab utamanya adalah preferensi terhadap batu bara dengan nilai kalori (calorific value/CV) lebih tinggi, yang meskipun lebih mahal, justru menghasilkan energi lebih besar per ton sehingga lebih efisien secara biaya.
Sebagai ilustrasi, satu juta ton batu bara kalori tinggi bisa menggantikan 1,2 hingga 1,5 juta ton batu bara kalori rendah dari Indonesia. Hal ini mendorong negara pembeli beralih ke sumber lain seperti Rusia, Mongolia, dan Afrika Selatan yang mampu menawarkan harga kompetitif dan kualitas energi lebih tinggi.
Zhiyuan Li, analis Kpler, menyebutkan bahwa batu bara kalori rendah Indonesia mengalami tekanan berat untuk bersaing dengan batu bara Rusia yang didiskon. Sementara itu, Ramli Ahmad, Direktur Utama Ombilin Energi, menyatakan peluang pemulihan ada jika harga batu bara kalori tinggi terdongkrak oleh konflik di Timur Tengah, namun batu bara kalori rendah tetap berisiko kehilangan pasar.
Data bea cukai China dan statistik perdagangan India menunjukkan bahwa pangsa pasar batu bara Indonesia terus direbut oleh batu bara Mongolia di China dan Afrika Selatan di India, dengan capaian rekor tertinggi selama lima bulan pertama 2025. Tambahan pasokan dari Tanzania, Kazakhstan, Kolombia, Mozambik, dan Australia juga mempersempit ruang ekspor Indonesia.
Tren harga juga tak berpihak pada Indonesia. Indeks harga batu bara Indonesia dan Australia terus menurun sejak Oktober 2023, dengan harga batu bara Australia, yang menjadi preferensi pasar China, turun lebih cepat dari harga Indonesia.
Dalam lima bulan pertama 2025, impor batu bara China turun hampir 10% menjadi 137,4 juta ton, sementara India turun 5% menjadi 74 juta ton. Ekspor batu bara Indonesia pun paling terdampak, dengan pengiriman ke China dan India masing-masing turun 12,3% dan 14,3%. Total ekspor Indonesia menyusut 12% menjadi 187 juta ton sepanjang Januari–Mei 2025 menurut Kpler.
Untuk menyiasati situasi tersebut, pelaku tambang domestik mengalihkan fokus ke permintaan dalam negeri, terutama dari pabrik peleburan nikel. Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia memperkirakan pengiriman domestik akan naik 3%, sementara ekspor turun sekitar 10% tahun ini.
Porsi konsumsi dalam negeri kini menyentuh 48,6% dari total produksi batu bara nasional—level tertinggi dalam satu dekade. Kebijakan pembatasan harga batu bara untuk kelistrikan juga menjadikan pabrik peleburan sebagai pasar yang lebih menarik, memberikan insentif tambahan untuk mengutamakan kebutuhan domestik ketimbang ekspor.