[Medan | 11 September 2023] Pada bulan Agustus 2023, China mengalami penurunan ekspor sebesar 8,8% secara tahunan (year on year/yoy), sementara impor juga mengalami kontraksi sebesar 7,3%. Penurunan ekspor dan impor China di bulan Agustus ini pun disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu menurunnya permintaan luar negeri dan lemahnya belanja konsumen di dalam negeri yang menekan dunia usaha di negara tersebut.
Meskipun data-data ekonomi tersebut menunjukkan kemungkinan stabilisasi dalam pelemahan perekonomian China, nyatanya data-data tersebut masih jauh dari pertumbuhan yang diantisipasi para ekonom pada awal tahun ini ketika pemerintah membuka pembatasan ketat Covid-19. China pun berisiko kehilangan target pertumbuhan tahunan sekitar 5% karena para pejabat bergulat dengan kemerosotan properti yang memburuk, belanja konsumen yang lemah dan pertumbuhan kredit yang jatuh, yang membuat para analis menurunkan perkiraan pertumbuhan tahun ini.
Sebagai informasi, Beijing telah melakukan serangkaian upaya dalam beberapa bulan terakhir untuk menopang pertumbuhan dengan melonggarkan peraturan pinjaman minggu lalu oleh bank sentral dan regulator keuangan membantu memberikan keringanan bagi para pembeli rumah. Namun, para analis memperingatkan bahwa langkah-langkah tersebut hanya berdampak kecil dengan pemulihan pasar tenaga kerja yang melambat dan ekspektasi pendapatan rumah yang tidak pasti.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi China yang masih melemah dapat berdampak pada perekonomian Indonesia. Pasalnya, China adalah tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia dengan kontribusi sekitar 24-25% sehingga perkembangan di Tiongkok akan sangat mempengaruhi Indonesia. Meskipun begitu, Gubernur BI Perry Warjiyo memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan jauh lebih tinggi dibandingkan negara lainnya, dengan proyeksi 4,5 – 5,3% pada 2023 dan 4,7 – 5,5% pada 2024.