[Medan | 17 April 2025] Pertumbuhan ekonomi China pada kuartal pertama 2025 berhasil melampaui ekspektasi pasar, meskipun ketegangan dagang dengan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump terus meningkat.
Menurut data Biro Statistik Nasional China (NBS) yang dikutip Bloomberg pada Rabu (16/4/2025), produk domestik bruto (PDB) China tumbuh sebesar 5,4% secara tahunan (year-on-year) pada kuartal I/2025. Angka ini melampaui proyeksi konsensus para ekonom yang diperkirakan hanya sebesar 5,2%.
Pertumbuhan yang solid juga tercermin dari sejumlah indikator lainnya. Produksi industri pada bulan Maret naik 7,7% dibanding tahun sebelumnya, menjadi pertumbuhan tercepat sejak Juni 2021. Sementara itu, penjualan ritel melonjak 5,9%, jauh di atas proyeksi analis sebesar 4,3%, dan menjadi yang tertinggi sejak Desember 2023.
Namun, data kuartal pertama ini mencerminkan kondisi sebelum AS mulai menerapkan lonjakan tarif pada April, yang memicu eskalasi baru dalam perang dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Tarif baru yang dikenakan terhadap berbagai produk China naik hingga mencapai 145%, dan dikhawatirkan akan membebani sektor ekspor serta menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan China tahun ini.
Meskipun angka PDB menunjukkan hasil yang positif, NBS tetap menyuarakan kehati-hatian dengan menekankan perlunya dukungan kebijakan lebih lanjut. Ketidakpastian di perdagangan global dan melemahnya ekonomi dunia diperkirakan akan menekan kinerja ekonomi China ke depan.
Tanpa tambahan stimulus, ada risiko China gagal mencapai target pertumbuhan resmi sekitar 5% pada 2025. Beberapa ekonom dari lembaga internasional seperti UBS, Goldman Sachs, dan Citigroup bahkan telah memangkas proyeksi pertumbuhan China tahun ini menjadi sekitar 4% atau lebih rendah.
Ekspektasi agar pemerintah Beijing segera meluncurkan stimulus tambahan pun meningkat. Beberapa analis memperkirakan bahwa bank sentral China (PBOC) akan memangkas suku bunga acuan atau rasio cadangan wajib bank dalam waktu dekat. Sementara itu, stimulus fiskal tambahan senilai triliunan yuan juga diprediksi akan digelontorkan untuk mengimbangi potensi kerugian dari penurunan ekspor.
Untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan tarif AS, China perlu mendorong penguatan permintaan domestik, terutama melalui peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi. Lemahnya pasar tenaga kerja domestik saat ini menjadi penghambat utama bagi daya beli masyarakat—bahkan sebelum efek tarif benar-benar terasa terhadap sektor ekspor dan pekerjaan.
Dampak perang dagang diperkirakan mulai terasa pada April ini. Setelah ekspor mengalami lonjakan pada Maret, aktivitas perdagangan global diyakini mengalami perlambatan tajam bulan ini karena perusahaan mulai menahan pesanan dan mengurangi produksi.
Harapan tercapainya kesepakatan dagang dalam waktu dekat pun menipis. Pemerintah China kini memilih sikap lebih tegas dalam merespons gelombang tarif baru dari AS, yang menandai peningkatan ketegangan dalam hubungan perdagangan kedua negara.