[Medan | 28 September 2023] Pemerintah Ghana telah mengajukan kebangkrutan setelah gagal membayar utang miliaran dolar kepada kreditor internasional. Sebagai informasi, Ghana sebelumnya menerima pinjaman sebesar US$ 3 miliar atau sekitar Rp 46,50 triliun dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu menjaga stabilitas ekonomi di tengah krisis keuangan dan meningkatnya utang.
Inflasi Ghana sendiri sempat melonjak ke 54% (year on year/yoy) pada Desember 2022, sebelum kemudian menurun menjadi sekitar 40% pada Agustus tahun ini. Langkah-langkah penurunan inflasi pun diambil oleh Bank Sentral Ghana dengan meningkatkan suku bunga dari 15% pada awal 2022 menjadi 20% pada Agustus 2023. Namun, sekalipun langkah ini bertujuan untuk mengendalikan inflasi, dampaknya dinilai merugikan dunia usaha dan rumah tangga.
Selain itu, Emmanuel Cherry, kepala eksekutif sebuah asosiasi perusahaan konstruksi Ghana, baru-baru ini mengungkapkan bahwa pembayaran kembali pemerintah kepada kontraktor berjumlah 15 miliar cedi, atau sekitar US$1,3 miliar, sebelum bunga. Pemerintah Ghana juga memiliki utang kepada produsen listrik independen sebesar US$1,58 miliar, yang meningkatkan risiko pemadaman listrik yang meluas.
Namun, meskipun Ghana menghadapi masalah keuangan yang serius, Presiden Ghana, Nana Akufo Addo, telah memutuskan untuk membangun sebuah katedral berkapasitas 5.000 orang yang diperkirakan akan menghabiskan lebih dari US$ 400 juta. Keputusan ini pun memicu kecurigaan di kalangan warga Ghana tentang pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah.