[Medan | 9 Agustus 2024] Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi selama masa pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto akan stagnan di level 5,1% dari 2025-2029. Pernyataan ini tercantum dalam laporan World Economic Outlook (WEO) Edisi Agustus 2024 yang diterbitkan pada hari Rabu (7/8/2024).
Sementara terkait inflasi, IMF memprediksi akan berada dalam kisaran target pemerintah. Ekspor diperkirakan tumbuh dengan laju yang lambat, sedangkan impor diproyeksikan akan meningkat sesuai dengan permintaan domestik yang stabil. IMF memperkirakan defisit transaksi berjalan akan berada pada level moderat pada tahun 2024-2025.
IMF juga mengidentifikasi beberapa risiko yang harus dihadapi Indonesia di masa mendatang. Dari sisi domestik, melemahnya kerangka kerja makro-fiskal bisa mengurangi kredibilitas kebijakan. Dari sisi global, volatilitas harga komoditas akibat guncangan geopolitik, perlambatan mitra dagang utama Indonesia, dan efek rambatan dari kebijakan suku bunga tinggi di negara maju juga menjadi ancaman.
IMF merekomendasikan beberapa langkah jangka pendek yang bisa diambil oleh pemerintahan baru yang dimulai pada akhir 2024. Pertama, dalam kebijakan fiskal, IMF menyarankan pemerintahan baru untuk memprioritaskan belanja berkualitas tinggi yang mendukung pembangunan dan memantau risiko fiskal. Peningkatan cakupan dan kecukupan jaring pengaman sosial serta penargetan subsidi juga diusulkan.
Mendorong penerimaan pajak juga penting mengingat kebutuhan belanja pemerintah baru sangat besar untuk melanjutkan program dan menjalankan janji kampanye seperti program makan siang gratis.
Kedua, dalam bidang inklusi dan perkembangan, IMF menyarankan peningkatan jumlah dan kualitas belanja kesehatan dan perlindungan sosial untuk mencapai pertumbuhan yang lebih luas. Belanja pendidikan juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketidaksesuaian keterampilan dan meningkatkan produktivitas serta kecanggihan ekonomi.
Ketiga, dalam hal tata kelola, IMF merekomendasikan penguatan kerangka tata kelola dan antikorupsi, serta perbaikan sistem hukum untuk mendukung akuntabilitas dan kepastian usaha.
Keempat, terkait kebijakan perdagangan dan penanaman modal asing (PMA), IMF menyarankan untuk menghindari kebijakan perdagangan yang restriktif dan beralih dari hambatan non-tarif yang bisa mendistorsi keputusan perdagangan dan investasi serta berisiko menimbulkan dampak internasional.
Kelima, untuk iklim usaha, IMF menyarankan agar pemerintahan baru mengurangi ketidakpastian peraturan, biaya birokrasi, dan hambatan administratif.