[Medan | 28 Oktober 2024] Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, baru-baru ini mengungkapkan aspirasi Indonesia untuk bergabung dengan BRICS dalam pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada Kamis (24/10/2024).
Sebagai informasi, KTT BRICS merupakan pertemuan antara Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan yang memiliki visi bersama untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat, atau yang dikenal dengan dedolarisasi.
Sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sugiono menegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia didasarkan pada prinsip bebas aktif, mengikuti arahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong Indonesia untuk menjalin hubungan baik dengan semua negara. Indonesia memandang BRICS sebagai platform strategis untuk mempererat kerja sama antar negara berkembang atau Global South.
Dalam upaya memperkuat peran BRICS, Sugiono mengajukan beberapa langkah konkret, yaitu menegakkan hak atas pembangunan berkelanjutan dengan memastikan negara-negara berkembang memiliki ruang kebijakan yang memadai, sementara negara maju memenuhi komitmen mereka. Selain itu, Indonesia mendukung reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan relevan dengan kondisi global saat ini, serta memperkuat institusi internasional agar dapat menjalankan mandat mereka dengan lebih baik.
Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, menyebutkan bahwa jika Indonesia menjadi anggota BRICS, maka akan lebih sering berkonsultasi baik secara bilateral maupun kolektif dengan negara-negara anggota BRICS untuk memajukan berbagai perjanjian yang belum optimal, seperti kerja sama di bidang kedirgantaraan, pengembangan fasilitas nuklir untuk energi, serta energi terbarukan.
Rezasyah juga berpendapat bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS akan mencerminkan komitmen yang lebih kuat dibandingkan sebelumnya, yang berpotensi meningkatkan reputasi Indonesia di antara negara-negara berkembang. Keanggotaan dalam BRICS juga dinilai bisa memberikan dukungan moral bagi Indonesia, terutama dalam upayanya menyatukan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk mempercepat kemerdekaan Palestina.