[Medan | 9 September 2024] JP Morgan, bank investasi asal Amerika Serikat (AS), memperkirakan bahwa Bank Indonesia (BI) akan mulai menurunkan suku bunga acuan (BI rate) pada bulan ini, dengan penurunan berlanjut pada bulan berikutnya. Mereka memproyeksikan penurunan sebesar 25 basis poin (bps) di September dan 25 bps di November.
Henry Wibowo, Head of Research & Strategic JP Morgan Indonesia, menyatakan bahwa penurunan BI rate ini dipicu oleh ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed, bank sentral AS, yang juga diperkirakan akan dimulai pada September. JP Morgan memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali hingga akhir tahun ini, dengan penurunan 50 bps pada September, 50 bps pada November, dan 25 bps pada Desember.
Pemangkasan suku bunga oleh The Fed ini diharapkan akan meningkatkan likuiditas global dan menyebabkan peralihan aliran dana dari pasar maju ke pasar berkembang, termasuk Indonesia. Gioshia Ralie, CEO JP Morgan Indonesia, menambahkan bahwa dampak positif dari penurunan suku bunga The Fed akan memberikan stabilitas ekonomi di Indonesia pada tahun depan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Gubernur The Fed Jerome Powell menyebut dalam pidatonya di simposium tahunan bank sentral di Jackson Hole pada Jumat (23/8/2024) bahwa sudah waktunya untuk memangkas suku bunga acuannya. Pernyataan ini menguatkan ekspektasi bahwa The Fed akan memulai penurunan suku bunga dalam pertemuan bulan depan dan berkomitmen untuk mengatasi pelemahan pasar tenaga kerja.
Sementara itu, J.P. Morgan Indonesia memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan menguji skenario bullish di level 7.800. Henry Wibowo menjelaskan bahwa pencapaian target bullish ini akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, dampak positif dari pemangkasan suku bunga The Fed yang diharapkan akan meningkatkan likuiditas dan mendorong aliran dana ke pasar berkembang, termasuk Indonesia.
Kedua, visi dan target optimistis Indonesia pada 2045 yang menunjukkan potensi menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia. Ketiga, pemulihan pertumbuhan pendapatan emiten yang sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah, menguntungkan emiten dengan utang besar dan yang berorientasi pada impor.