[Medan | 7 Oktober 2024] Pemerintah Indonesia berencana menerapkan Global Minimum Tax (GMT) pada tahun 2025, dengan tarif pajak 15% sesuai usulan dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan hak pemajakan tidak hilang terhadap perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia, sekaligus mencegah praktik perpindahan laba ke negara-negara dengan tarif pajak yang lebih rendah. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, penerapan GMT diperlukan agar insentif pajak yang diberikan kepada perusahaan multinasional (MNE) tidak menghilangkan kewajiban mereka membayar pajak penghasilan (PPh). Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan kesepakatan negara-negara G20 dan OECD dalam menangani praktik perpajakan agresif.
GMT mencakup dua mekanisme utama, yaitu tingkat pajak minimum dan top-up tax. Mekanisme pertama, tingkat pajak minimum, memastikan bahwa perusahaan multinasional tidak bisa mengalihkan laba mereka ke negara-negara dengan tarif pajak rendah untuk menghindari pajak.
Sementara itu, top-up tax memungkinkan negara lain untuk mengenakan pajak tambahan jika perusahaan tersebut membayar pajak di bawah tingkat pajak minimum yang telah disepakati. Besaran tarif pajak minimum global ditetapkan sebesar 15% dan akan dikenakan kepada perusahaan multinasional dengan penghasilan lebih dari 750 miliar euro atau setara dengan Rp 12,7 triliun dalam satu tahun fiskal.
Dengan penerapan GMT ini, Indonesia berharap dapat meningkatkan pendapatan negara dan mencegah hilangnya basis pajak akibat perpindahan laba oleh perusahaan multinasional ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah. Kebijakan ini diharapkan akan menciptakan persaingan yang lebih adil antarnegara dalam menarik investasi serta memperkuat sistem perpajakan Indonesia.