[Medan | 11 April 2025] Pergerakan pasar saham global belakangan ini menunjukkan dinamika yang sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Sentimen pasar yang sebelumnya dipengaruhi oleh laporan ekonomi dan arah suku bunga kini berubah drastis, dengan arah pasar lebih banyak ditentukan oleh pernyataan-pernyataan politik yang keluar dari Gedung Putih.
Gejolak dimulai pada 2 April ketika Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif tinggi terhadap sejumlah negara mitra dagang utama, termasuk Tiongkok. Pasar merespons negatif dengan bursa saham Amerika Serikat langsung terkoreksi tajam, dengan Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq kompak melemah. Sentimen negatif ini juga segera menjalar ke Asia dan Eropa, menyebabkan koreksi luas di pasar global.
Kemudian pada 8 April, beredar kabar bahwa Presiden Trump akan menunda penerapan tarif tersebut. Harapan investor pun meningkat, pasar AS sempat rebound signifikan, mencerminkan optimisme bahwa tensi perang dagang akan mereda. Akan tetapi, kabar tersebut segera dibantah oleh Gedung Putih dan dinyatakan sebagai berita yang tidak akurat. Pasar pun kembali jatuh, menunjukkan betapa rentannya psikologi investor terhadap noise politik.
Lalu pada 9 April, Trump secara mengejutkan mengumumkan penundaan sementara selama 90 hari atas tarif tinggi, kecuali untuk China yang justru dinaikkan menjadi 125%. Keputusan ini cukup mengejutkan, tetapi dianggap sebagai kompromi yang menenangkan sebagian besar pelaku pasar. Sebagai hasilnya, pasar saham AS langsung menguat tajam. Investor global merespons positif, menganggap bahwa risiko jangka pendek berhasil dikurangi, dan sentimen risk-on pun kembali. IHSG sebagai salah satu indeks utama di kawasan Asia juga turut menikmati rebound, mencatatkan penguatan signifikan pada perdagangan 10 April.
Fenomena ini menunjukkan bahwa saat ini pasar tidak lagi hanya sensitif terhadap faktor ekonomi konvensional, tetapi sangat responsif terhadap manuver politik yang tidak terduga. Trump, dengan gaya komunikasinya yang agresif dan seringkali berubah-ubah, kini berperan sebagai market mover utama. Hal ini menciptakan tantangan tersendiri bagi investor, karena pasar menjadi lebih volatil, dan arah kebijakan menjadi sulit diprediksi.
Bagi Indonesia, dampak jangka pendek memang positif selama ketegangan dagang tidak memburuk. Penguatan IHSG didorong oleh sentimen positif global dan potensi masuknya kembali dana asing. Namun, ketidakpastian kebijakan dagang AS, khususnya terhadap Tiongkok, tetap menjadi sumber risiko utama.