[Medan | 19 Agustus 2024] Penarikan utang baru direncanakan mencapai Rp 775,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, meningkat 40,28% dibandingkan dengan tahun ini yang sebesar Rp 553,1 triliun.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, pembiayaan utang ini akan berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 642,6 triliun, naik 42,20% dari tahun ini. Selain itu, pembiayaan juga akan bersumber dari pinjaman sebesar Rp 133,3 triliun, meningkat 31,59% dari Rp 101,3 triliun pada tahun ini. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,2 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 128,1 triliun.
Pinjaman ini akan digunakan untuk mendukung kegiatan dan proyek prioritas pemerintah, sementara pembiayaan utang melalui SBN akan dilakukan melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara. Pembiayaan utang sebagian besar akan dilakukan dalam mata uang rupiah, dengan bunga tetap, dan tenor menengah hingga panjang.
Langkah ini diambil untuk mengelola risiko pengelolaan utang dan meningkatkan efisiensi bunga. Pemerintah akan memanfaatkan fleksibilitas dalam menentukan komposisi portofolio utang, yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam strategi pembiayaan utang.
Sebagai informasi, pembiayaan utang pemerintah mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2020 hingga mencapai Rp 1.229,6 triliun, terutama untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Pada tahun 2021 dan 2022, pembiayaan utang menurun menjadi masing-masing Rp 870,53 triliun dan Rp 696,01 triliun seiring dengan perbaikan ekonomi dan berkurangnya kebutuhan penanganan Covid-19. Tren penurunan ini berlanjut pada tahun 2023, dengan pembiayaan utang turun menjadi Rp 403,95 triliun, sejalan dengan kebijakan untuk menurunkan defisit anggaran kembali ke batas maksimal 3% dari PDB sesuai dengan UU Keuangan Negara.