[Medan | 19 November 2024] Harga minyak mencatat kenaikan tipis pada Senin (18/11/2024), dipicu oleh eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina pada akhir pekan. Namun, kekhawatiran terhadap lemahnya permintaan bahan bakar di China serta prediksi surplus pasokan minyak global menekan sentimen pasar.
Menurut Reuters, harga minyak mentah Brent meningkat 47 sen (0,7%) menjadi USD 71,51 per barel pada pukul 12:30 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 33 sen (0,5%) menjadi USD 67,35 per barel.
Rusia melancarkan serangan udara terbesar ke Ukraina dalam tiga bulan terakhir pada Minggu, yang merusak jaringan listrik Ukraina secara signifikan. Dalam perkembangan baru, pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatan AS untuk menyerang wilayah Rusia, menurut beberapa pejabat AS dan sumber terpercaya. Kremlin menanggapi keputusan ini dengan tuduhan bahwa AS terlibat langsung dalam konflik, yang dianggap meningkatkan eskalasi perang.
Keputusan Biden yang mendukung penggunaan rudal jarak jauh Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia, seperti Kursk, berpotensi menambah risiko geopolitik yang dapat memengaruhi pasar minyak. Terlebih lagi, laporan keterlibatan pasukan Korea Utara dalam konflik ini semakin memperumit situasi. Saul Kavonic, analis energi dari MST Marquee, mengungkapkan bahwa meski dampak langsung pada ekspor minyak Rusia masih terbatas, serangan terhadap infrastruktur minyak dapat memicu lonjakan harga.
Di sisi lain, penurunan operasional di tiga kilang minyak Rusia akibat pembatasan ekspor, kenaikan biaya minyak mentah, dan tingginya suku bunga juga menambah tekanan pada industri energi negara tersebut.
Sementara itu, harga Brent dan WTI merosot lebih dari 3% pekan lalu, dipengaruhi oleh data ekonomi China yang lemah serta laporan Badan Energi Internasional (IEA). IEA memperkirakan pasokan minyak global akan melampaui permintaan lebih dari 1 juta barel per hari pada 2025, meski OPEC+ terus menerapkan pemangkasan produksi.
Indikator lain menunjukkan produksi kilang di China pada Oktober turun 4,6% dibandingkan tahun lalu, sementara pertumbuhan output pabrik juga melambat. Selain itu, ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga Federal Reserve AS turut menambah kekhawatiran di pasar keuangan global.