[Medan | 2 Oktober 2024] Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia masih menunjukkan kontraksi di level 49,2 pada September 2024, meskipun sedikit meningkat dari 48,9 pada bulan sebelumnya. Ini menandai bulan ketiga berturut-turut PMI berada di bawah 50, yang menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih mengalami penurunan. Kondisi ini merupakan catatan buruk menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober mendatang.
Kontraksi tiga bulan berturut-turut ini merupakan kejadian langka, terakhir terjadi pada awal pandemi COVID-19 pada 2020, di mana aktivitas ekonomi global terhenti. PMI berada di bawah 50, yang menunjukkan penurunan aktivitas manufaktur, terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan global dan domestik. Menurut S&P Global Market Intelligence, stok barang meningkat di tengah penurunan pesanan baru dan ekspor. Kondisi ini memaksa perusahaan mengurangi aktivitas pembelian dan lebih banyak memanfaatkan persediaan yang ada.
Di tengah lemahnya permintaan, perusahaan juga menghadapi peningkatan biaya input, yang sebagian besar dipengaruhi oleh nilai tukar yang kurang menguntungkan. Meskipun inflasi menurun, biaya produksi tetap tinggi, meski ada penurunan harga output untuk pertama kalinya sejak Juni 2023.
Namun, ada secercah kabar positif, yaitu perusahaan mulai menambah tenaga kerja pada September 2024, setelah tiga bulan sebelumnya tidak ada penambahan karyawan. Langkah ini diambil berdasarkan optimisme pelaku bisnis bahwa kondisi akan membaik di masa depan. Kontraksi yang berkelanjutan ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih memerlukan stimulus dan dukungan, terutama untuk meningkatkan permintaan baik di dalam maupun luar negeri, agar sektor ini dapat kembali berekspansi.