[Medan | 13 Februari 2025] Ketua The Fed, Jerome Powell, menegaskan bahwa bank sentral AS tidak akan tergesa-gesa dalam memangkas suku bunga, mengingat ekonomi yang masih kuat, tingkat pengangguran yang rendah, dan inflasi yang tetap di atas target 2%.
Dalam pernyataannya di hadapan Komite Perbankan Senat, Powell menyatakan bahwa ekonomi AS telah mencatat kemajuan signifikan dalam dua tahun terakhir. Tingkat pengangguran sebesar 4% masih dianggap sebagai kondisi pekerjaan penuh (full employment), sementara inflasi, meskipun menurun, masih berada di atas target The Fed.
Powell juga menyinggung dampak ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintahan Trump, termasuk tarif impor baru, deportasi imigran yang berkontribusi pada pertumbuhan tenaga kerja, serta rencana reformasi pajak dan regulasi.
Investor saat ini menafsirkan data ekonomi terbaru—seperti laporan ketenagakerjaan Januari yang menunjukkan penurunan tingkat pengangguran ke 4% dan kenaikan upah yang solid—sebagai alasan bagi The Fed untuk menunda pemangkasan suku bunga. Pasar masih memperkirakan pemangkasan sebesar 25 basis poin pada Juni, tetapi ekspektasi terhadap pemangkasan tambahan di sisa tahun ini mulai berkurang.
Pernyataan Powell ini berpotensi menekan pasar obligasi Indonesia. Yield obligasi cenderung naik seiring dengan penyesuaian ekspektasi investor terhadap kebijakan moneter global, yang dapat menyebabkan harga obligasi turun, terutama untuk tenor panjang.
Selain itu, aliran modal asing ke pasar obligasi Indonesia bisa melemah jika selisih suku bunga dengan AS menyempit, sehingga meningkatkan risiko pelemahan Rupiah. Kondisi ini juga dapat mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menunda pemangkasan suku bunga guna menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah arus keluar dana asing..