[Medan | 28 Februari 2025] Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% pada tahun 2029, sebuah ambisi besar yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Target ini akan meningkat secara bertahap dari 5,3% pada 2025 hingga mencapai 8% pada 2029.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah menetapkan strategi ekonomi makro yang mencakup peningkatan konsumsi masyarakat dari 5,14% pada 2025 menjadi 7,27% pada 2029, pertumbuhan belanja pemerintah dari 6,66% menjadi 8,40%, serta kenaikan investasi (PMTB) dari 6,66% ke 9,65%. Selain itu, ekspor barang dan jasa ditargetkan meningkat dari 6,95% menjadi 9,5%, sementara impor barang dan jasa diproyeksikan tumbuh dari 7,16% ke 10,61%.
Dengan strategi ini, pemerintah berharap dapat mendorong pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita mencapai US$ 8.000 pada 2029, sebagai langkah menuju status negara berpenghasilan tinggi pada 2045.
Namun, target pertumbuhan ekonomi yang ambisius ini menghadapi berbagai tantangan, seperti stabilitas makroekonomi, daya saing industri, reformasi struktural, serta keberlanjutan lingkungan. Stabilitas inflasi, defisit fiskal, dan nilai tukar rupiah harus tetap terkendali untuk menjaga momentum pertumbuhan. Selain itu, sektor manufaktur dan teknologi tinggi harus berkembang pesat guna menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan berkualitas. Reformasi birokrasi serta kepastian hukum bagi investor juga menjadi faktor krusial dalam menarik investasi jangka panjang.
Di sisi lain, pemerintah juga menekankan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, termasuk dengan mengadopsi ekonomi hijau dan biru. Dengan pendekatan ini, Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketimpangan sosial, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.
Meski demikian, pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun ke depan tetap menjadi tantangan besar. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia belum pernah mencapai angka pertumbuhan setinggi itu. Oleh karena itu, keberhasilan target ini sangat bergantung pada efektivitas kebijakan fiskal, moneter, serta reformasi struktural yang dijalankan pemerintah.