[Medan | 17 Februari 2025] Presiden Prabowo Subianto secara resmi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2025, yang mengatur kewajiban penempatan devisa hasil ekspor (DHE) dari sektor sumber daya alam di dalam negeri.
Berdasarkan aturan baru ini, sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan diwajibkan menempatkan 100% DHE di dalam negeri dengan durasi 12 bulan sejak penempatan. Kebijakan ini akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2025.
Prabowo memperkirakan bahwa penerapan kebijakan ini akan meningkatkan DHE Indonesia hingga US$ 80 miliar pada 2025, dengan potensi melebihi US$ 100 miliar dalam satu tahun penuh. Namun, aturan ini membawa dampak beragam terhadap pasar saham di Indonesia.
Bagi perusahaan di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang sebelumnya dapat menyimpan DHE mereka di luar negeri, kini harus menempatkan seluruhnya di dalam negeri. Hal ini dapat mengurangi fleksibilitas keuangan, terutama bagi emiten yang memiliki utang luar negeri dalam USD atau yang bergantung pada transaksi internasional.
Selain itu, jika kebijakan ini menyebabkan rupiah menguat akibat meningkatnya pasokan dolar dalam negeri, maka perusahaan berbasis ekspor, seperti tambang batu bara dan kelapa sawit, berisiko mengalami penurunan margin keuntungan.
Di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menguntungkan sektor perbankan, terutama bank-bank besar yang memiliki layanan perbankan valas. Dengan bertambahnya DHE yang harus disimpan di dalam negeri, likuiditas dolar AS dalam sistem perbankan domestik akan meningkat. Selain itu, bank berpeluang memperoleh pendapatan tambahan dari layanan konversi valuta asing serta pengelolaan simpanan DHE yang masuk ke sistem perbankan Indonesia.