[Medan | 15 Januari 2025] Harga nikel diperkirakan akan mengalami lonjakan pada 2025, setelah Indonesia, yang merupakan produsen terbesar di dunia, berencana membatasi kuota penambangan nikel. Menurut laporan dari carboncredits.com, Indonesia menyuplai 56% nikel global pada 2024.
Produksi nikel Indonesia diprediksi akan meningkat sebesar 7,7% pada tahun ini, mencapai 2,4 juta ton. Namun, angka ini dapat berubah karena Indonesia berencana untuk mengurangi kuota penambangan nikel. Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan produksi bijih nikel dari 272 juta ton pada 2024 menjadi 150 juta ton, yang berarti pasokan nikel global dapat berkurang hingga 33%.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pihaknya masih sedang mengevaluasi volume produksi nikel yang akan diizinkan pada 2025. Meski demikian, dia memberi sinyal bahwa produksi harus dikendalikan untuk mencegah penurunan harga yang lebih lanjut.
Bank investasi asal Australia, seperti yang dikutip oleh Bloomberg, memprediksi bahwa pengurangan produksi Indonesia dapat mendorong harga nikel naik. Sejauh ini, kebijakan pembatasan kuota nikel Indonesia telah menyebabkan gangguan pasokan, dan pada 2024, banyak produsen yang mencari bijih nikel dari Filipina.
Meski ada harapan harga akan naik, pasar masih khawatir kelebihan pasokan akan menekan harga lebih lanjut, ditambah dengan permintaan yang lemah dari industri baja nirkarat dan baterai kendaraan listrik (EV), dua sektor utama yang banyak menyerap nikel. Riset dari DBS Group Research memproyeksikan harga nikel akan naik 4,1% menjadi US$ 17.500 per ton pada 2025, dan mencapai US$ 18.500 per ton pada 2026.