[Medan | 3 September 2024] Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi tahunan pada Agustus 2024 mencapai 2,12%. Secara bulanan, terjadi deflasi sebesar 0,03%, dan inflasi year-to-date atau kalender tahun sebesar 0,87%. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyebutkan bahwa ini merupakan deflasi keempat yang dialami Indonesia sepanjang tahun 2024.
Deflasi terbesar berasal dari sektor makanan, minuman, dan tembakau dengan penurunan harga sebesar 0,52% dan memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,15%. Sementara itu, beberapa komoditas yang berkontribusi terhadap inflasi meliputi bensin dan cabai rawit dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,03%, kopi bubuk dan emas perhiasan masing-masing 0,02%, serta beras, susu kental manis (SKM), dan ketimun yang memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01%.
Tekanan harga yang lebih rendah ini dapat memberikan dorongan bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur yang dijadwalkan pada 18 September mendatang, sebelum langkah yang diambil oleh bank sentral Amerika Serikat (AS). Ekonom Bloomberg Economics, Tamara M. Henderson, menilai bahwa data inflasi Agustus menunjukkan angka yang lebih stabil, memberikan sinyal bahwa outlook indeks harga konsumen ke depan kemungkinan akan lebih rendah.
Hal ini memberi BI lebih banyak ruang untuk memulai penurunan suku bunga acuan bulan ini, mendahului pengumuman The Fed yang dijadwalkan keesokan harinya. BI telah beberapa kali memberikan sinyal bahwa ada kemungkinan penurunan suku bunga, sambil menunggu langkah The Fed terlebih dahulu. Namun, dengan data inflasi yang semakin stabil, BI mungkin akan mempertimbangkan untuk mengubah strateginya.
Penurunan inflasi tahunan dan deflasi bulanan menunjukkan tekanan harga yang lebih ringan, yang dapat mempengaruhi keputusan kebijakan moneter Bank Indonesia. Jika BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur mendatang, ini dapat memberikan dampak positif bagi pasar modal, terutama dalam meningkatkan minat investasi.
Penurunan suku bunga dapat menurunkan biaya pinjaman bagi perusahaan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan laba perusahaan dan mendongkrak harga saham. Sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga, seperti sektor properti dan infrastruktur, mungkin akan menjadi penerima manfaat utama.