[Medan | 16 Desember 2024] Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan signifikan dan menembus level Rp 16.000 pada penutupan perdagangan Jumat sore (13/12/2024), dengan rupiah ditutup pada posisi Rp 16.008 per dolar AS, turun 0,4%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh ekspektasi pasar bahwa bank sentral akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Namun, ketidakpastian pasar meningkat mengenai rencana jangka panjang suku bunga tersebut.
Ibrahim menambahkan bahwa The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga lebih lambat pada 2025, setelah memangkas 75 bps pada 2024. Kebijakan ekspansif dan inflasi yang lebih rendah di bawah pemerintahan Presiden terpilih AS Donald Trump diperkirakan akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka panjang. Selain kebijakan suku bunga The Fed, keputusan suku bunga dari Jepang dan Inggris juga menjadi fokus pasar pada minggu depan.
Selain itu, pasar juga terpengaruh oleh reaksi negatif investor terhadap kebijakan stimulus agresif China, yang diumumkan setelah pertemuan dua hari Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) China yang berakhir pada Kamis (12/12/2024). Meskipun China berkomitmen untuk meningkatkan defisit anggaran, memperbesar penerbitan utang, dan melonggarkan kebijakan moneter demi mempertahankan pertumbuhan ekonomi, pasar meragukan efektivitas langkah-langkah tersebut untuk mengatasi tekanan deflasi yang dihadapi China. Beijing juga menetapkan target pertumbuhan ekonomi dan variabel lainnya untuk tahun mendatang, meskipun rincian resmi baru akan dirilis pada pertemuan parlemen tahunan pada Maret.
Dari dalam negeri, Ibrahim juga mencatat dampak dari kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan mulai berlaku pada 2025. Kebijakan ini diperkirakan dapat menambah penerimaan negara hingga Rp 75 triliun, namun berpotensi memberikan efek negatif pada ekonomi makro. Para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat menekan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, yang pada gilirannya dapat mengurangi konsumsi rumah tangga, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi.