[Medan | 29 Juli 2024] Nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,31% ke Rp 16.301 per dolar Amerika Serikat (AS) pada hari Jumat (26/7/2024).
Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong menyatakan bahwa pelemahan rupiah terjadi setelah Produk Domestik Bruto (PDB) AS menunjukkan hasil yang lebih kuat dari perkiraan. Sebagai informasi, AS melaporkan bahwa PDB kuartal II-2024 tumbuh 2,8%, melebihi ekspektasi pasar yang hanya 2%.
Lukman juga memproyeksikan bahwa pelemahan rupiah kemungkinan akan berlanjut, meskipun data inflasi PCE AS sesuai dengan ekspektasi. Pasalnya, investor cenderung wait and see menantikan hasil pertemuan FOMC pekan depan, sementara dari sisi domestik, investor juga mengantisipasi data inflasi Indonesia yang akan dirilis pada hari Kamis.
Senada dengan itu, Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi juga melihat rupiah masih berpotensi melemah. Menurutnya, pasar terus memantau perkembangan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia ke China yang meningkat signifikan selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Berdasarkan Data Statistik Utang Luar Negeri Bank Indonesia (BI) edisi Juli 2024, pada tahun pertama Presiden Joko Widodo menjabat, ULN dari China meningkat mencapai US$ 7,86 miliar, naik 27,8% dari ULN ke China sebesar US$ 6,15 miliar pada 2013, tahun terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat. Adapun sejak 2013, ULN Indonesia ke China terus meningkat, mencapai US$ 22,86 miliar atau sekitar Rp 372,7 triliun, naik 271,71%.
Meskipun utang meningkat, struktur ULN Indonesia hingga Mei 2024 tetap sehat, didukung oleh prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Rasio ULN Indonesia terhadap PDB tercatat sebesar 29,8%, dengan ULN jangka panjang mendominasi 85,9% dari total ULN. Ibrahim memprediksi, rupiah akan bergerak melemah dalam rentang Rp 16.290 – Rp 16.370 per dolar AS. Sementara Lukman memperkirakan rupiah berada pada kisaran Rp 16.250 – Rp 16.350 per dolar AS.