[Medan | 13 Desember 2024] Rupiah kembali terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (12/12/2024), mencatatkan pelemahan keempat kali berturut-turut sejak awal pekan ini. Pada perdagangan Kamis, rupiah melemah 0,06% ke level Rp15.920/US$, dengan fluktuasi nilai tukar sepanjang hari berada di rentang Rp15.920/US$ hingga Rp15.950/US$.
Faktor utama yang menekan pergerakan mata uang rupiah adalah sentimen global terkait inflasi konsumen AS dan ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga The Fed. Data terbaru Indeks Harga Konsumen (CPI) AS untuk November menunjukkan kenaikan 2,7% yoy, sesuai dengan perkiraan. Sementara itu, Core CPI, yang tidak termasuk makanan dan energi, naik 3,3%, juga sesuai dengan ekspektasi pasar.
Meskipun inflasi AS masih berada di atas target The Fed sebesar 2%, data ini memperkuat keyakinan pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dalam pertemuan pada 18 Desember mendatang. Inflasi AS telah mengalami penurunan signifikan sejak mencapai puncaknya di 9,1% pada Juni 2022, yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun, dan penurunan ini terjadi secara bertahap selama dua tahun terakhir. Inflasi tercatat terendah di angka 2,4% pada September, kemudian sedikit naik menjadi 2,6% pada Oktober dan 2,7% pada November.
Setelah rilis data ini, peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed semakin besar, dengan probabilitas yang tercatat lebih dari 98,6%, naik dari 89% sebelumnya menurut perangkat CME FedWatch.
Selain itu, pasar juga mengamati data klaim pengangguran AS, yang diperkirakan menurun menjadi 220.000 klaim dari 224.000 klaim pada pekan sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan pemulihan pasar tenaga kerja AS, yang menambah tekanan terhadap mata uang di pasar negara berkembang, termasuk rupiah.
Sentimen dari Eropa juga menambah tekanan terhadap rupiah, dengan prediksi bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan kembali memangkas suku bunga acuannya pada hari berikutnya, yang akan menjadi pemangkasan keempat kalinya tahun ini. Kebijakan ini menunjukkan percepatan pelonggaran moneter di Zona Euro, sehingga menarik minat investor terhadap aset yang berdenominasi euro.