[Medan | 25 Maret 2025] Nilai tukar rupiah kembali melemah pada perdagangan Senin (24/3/2025), ditutup turun 0,39% ke level Rp16.568 per dolar AS, setelah pengurus Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) resmi diumumkan.
Di kawasan Asia, mata uang bergerak variatif terhadap dolar AS. Rupee India menguat 0,43%, baht Thailand naik 0,21%, dan peso Filipina meningkat 0,04%. Sebaliknya, beberapa mata uang mengalami pelemahan, seperti dolar Taiwan yang turun 0,07%, yuan China melemah 0,03%, yen Jepang turun 0,23%, ringgit Malaysia melemah 0,36%, won Korea turun 0,04%, dolar Singapura turun 0,14%, dan dolar Hong Kong turun 0,01%.
Menurut pengamat mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh sikap hati-hati investor terhadap potensi risiko dari kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS). Pelaku pasar masih mencermati kemungkinan dampak dari kebijakan tarif timbal balik yang direncanakan Presiden Donald Trump mulai 2 April, yang disebut akan lebih selektif dalam penerapannya.
Selain itu, meningkatnya jumlah perusahaan yang bangkrut telah menyebabkan gelombang PHK besar-besaran, yang berdampak pada daya beli masyarakat. Akibatnya, Lebaran tahun ini masih dibayangi oleh ketidakpastian pemulihan konsumsi sejak akhir tahun lalu.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Mei hingga September 2024, yang kemudian berlanjut hingga dua bulan pertama 2025. Ibrahim menjelaskan bahwa Lebaran biasanya menjadi momen penting bagi pelaku usaha untuk meningkatkan bisnis serta mendorong konsumsi masyarakat.
Ia menambahkan bahwa perputaran uang selama periode Lebaran cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan biasa, seiring dengan meningkatnya aktivitas belanja, perjalanan wisata, serta konsumsi barang dan jasa. Bagi dunia usaha, Lebaran menjadi faktor pendorong utama bagi sektor ritel, pariwisata, akomodasi, makanan dan minuman, serta transportasi. Selain itu, aktivitas mudik yang melibatkan jutaan orang dari berbagai daerah juga biasanya memberikan efek berantai terhadap sektor-sektor tersebut.