[Medan | 20 Desember 2024] Pada hari Kamis (19/12/2024), Rupiah ditutup melemah 215 poin atau 1,34%, berada pada level Rp 16.312 per USD. Ini merupakan posisi terendah Rupiah dalam lima bulan terakhir, sejak akhir Juli 2024.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menyebutkan bahwa pelemahan ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal, terutama keputusan Federal Reserve (The Fed) yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25%-4,50%. Kebijakan ini, yang telah lama diantisipasi pasar, diiringi dengan indikasi bahwa The Fed akan memperlambat siklus pelonggaran kebijakan moneternya. Pasar kini memproyeksikan hanya dua kali lagi pemangkasan suku bunga pada 2025, lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya yang sebanyak empat kali.
Bank of Japan (BOJ) juga mempertahankan suku bunga tetap, mencerminkan kehati-hatian terhadap prospek ekonomi Jepang dan inflasi. BOJ memperkirakan inflasi akan meningkat pada 2025 dan tetap mendekati target tahunan sebesar 2%. Keputusan ini mengecewakan beberapa investor yang mengharapkan kenaikan suku bunga pada Desember. Namun, stabilitas suku bunga dalam waktu dekat memberikan keuntungan bagi sektor saham Jepang, meskipun Yen melemah setelah pengumuman tersebut, menguntungkan sektor berorientasi ekspor.
Dari sisi domestik, berbagai insentif yang diberikan pemerintah belum cukup untuk mengimbangi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Permintaan menurun akibat melemahnya kelas menengah, yang menjadi penggerak utama konsumsi dalam negeri. Selain itu, durasi insentif yang singkat, seperti diskon tarif listrik 50% yang hanya berlaku dua bulan, dinilai kurang efektif. Insentif untuk industri padat karya juga diperkirakan tidak mampu sepenuhnya meredam dampak kenaikan PPN tersebut.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pelemahan Rupiah yang lebih dalam pada 2025, dengan nilai tukar diperkirakan bergerak di rentang Rp 15.800-Rp 16.350 per USD. Pelemahan ini terkait dengan kebijakan ekonomi Presiden AS terpilih, Donald Trump, yang mendukung industri domestik melalui pemotongan pajak korporasi dan penciptaan lapangan kerja. Langkah ini berpotensi meningkatkan inflasi di AS, memperlambat siklus penurunan suku bunga oleh The Fed, dan menekan Rupiah lebih lanjut.