[Medan | 23 Juli 2024] Sistem Informasi Pengelolaan Mineral dan Batu Bara (Simbara) untuk komoditas nikel dan timah telah resmi diluncurkan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa digitalisasi sektor mineral ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara, terutama melalui royalti.
Menurut laman Kementerian Keuangan, royalti atau iuran eksploitasi adalah biaya yang dibayarkan kepada negara dari hasil usaha pertambangan. Luhut memperkirakan bahwa negara dapat memperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp 5-10 triliun per tahun dari royalti pertambangan.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata, melaporkan bahwa Simbara telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap penerimaan negara. Contohnya termasuk pencegahan penambangan ilegal senilai Rp 3,47 triliun, tambahan penerimaan negara sebesar Rp 2,53 triliun dari analitik data dan profil risiko pelaku usaha, serta penyelesaian piutang senilai Rp 1,1 triliun melalui sistem pemblokiran otomatis yang merupakan bagian dari Simbara.
Usai berhasil dengan Simbara yang khususnya untuk batubara, kini pemerintah menjajaki Simbara untuk komoditas nikel dan timah. Sebagai informasi, Indonesia merupakan salah satu produsen nikel dan timah terbesar di dunia, dengan cadangan nikel mencapai 21 juta ton atau 24% dari total cadangan global, dan cadangan timah sebesar 800.000 ton atau 23% dari stok global.
Pada 2023, Indonesia memproduksi 1,8 juta metrik ton nikel, menjadikannya produsen terbesar di dunia dengan kontribusi 50% dari total produksi global, sementara produksi timah mencapai 78.000 ton, menempatkannya pada posisi kedua dengan kontribusi 22% dari total produksi global.