[Medan | 12 Februari 2025] Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi stagnasi pertumbuhan ekonomi global yang bahkan cenderung melemah hingga 2026. Salah satu penyebab utamanya adalah kebijakan tarif dagang internasional, termasuk bea impor baja dan aluminium yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Menurutnya, kondisi pelemahan ekonomi global akan terus berlangsung hingga tercapai keseimbangan baru dalam hubungan geopolitik yang dianggap stabil atau dapat diterima secara politik. Penerapan tarif dagang, khususnya terhadap China serta bea masuk 25% untuk baja dan aluminium, diyakini akan mengganggu rantai pasokan global dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) juga mengingatkan adanya risiko deglobalisasi dan kecenderungan kebijakan ekonomi yang lebih berfokus ke dalam negeri (inward policy).
Sri Mulyani menekankan bahwa saat ini merupakan momentum bagi para pemimpin dunia untuk lebih terbuka dan waspada terhadap perubahan arah ekonomi global dan kebijakan yang diambil.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 akan lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya, mencapai 3,2%. Kenaikan ini terutama didorong oleh prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang membaik, meskipun pertumbuhan di negara lain cenderung melambat. Gubernur BI Perry Warjiyo mencatat bahwa divergensi pertumbuhan ekonomi global semakin melebar, sementara ketidakpastian di pasar keuangan masih berlanjut.
Dengan berbagai faktor ini, investor dan pelaku ekonomi perlu mencermati dinamika kebijakan global yang dapat memengaruhi pasar keuangan, termasuk dampaknya terhadap suku bunga, nilai tukar, dan aliran modal.